Advokat Harus Melawan Pemerasan oleh Aparat Penegak Hukum
Kolom

Advokat Harus Melawan Pemerasan oleh Aparat Penegak Hukum

Pemerasan oleh aparat penegak hukum berpotensi mencederai wibawa hukum. Peran advokat sangat vital dalam melindungi pencari keadilan meraih haknya.

Kolase Dicki Nelson (kiri) dan Romy Alfius Karamoy (kanan). Foto: Istimewa
Kolase Dicki Nelson (kiri) dan Romy Alfius Karamoy (kanan). Foto: Istimewa

Penegakan hukum adalah salah satu unsur penting untuk menilai kemajuan suatu negara. Wajar jika penegak hukum serta badan hukum selaku penegak hukum sering mendapat perhatian masyarakat. Perhatian ini bahkan akan meningkat tajam saat penegak hukum yang justru melakukan tindak pidana, misalnya pemerasan.

Siapa saja bisa menjadi korban baik masyarakat maupun badan hukum pencari keadilan. Profesi advokat pun berpotensi mengalami tindak pidana pemerasan yang dilakukan aparat penegak hukum. Padahal, advokat berperan memberi jasa hukum demi kepentingan penegakan hukum.

Pasal 1 ayat (1) dan (2) UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat jelas menyatakan bahwa, Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini; Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan Tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Baca juga:

Tindak pidana pemerasan oleh aparat penegak hukum berpotensi mencederai wibawa hukum. Kejahatan oleh aparat penegak hukum semacam ini juga memperburuk penilaian dan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Di sisi lain, advokat juga bisa hadir untuk kliennya atau masyarakat dalam menghadapi dugaan tidak pidana pemerasan oleh aparat penegak hukum.

Tindak pidana pemerasan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih berlaku diatur dalam dua bagian. Pertama dalam Pasal 52 Buku I tentang Ketentuan Umum, “Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga”.

Selanjutnya diatur juga dalam Pasal 368 ayat (1) Buku II tentang Kejahatan, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapus piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait