Advokat Senior Ini Paparkan Tantangan ‘The Future Lawyer’ di Era Digital
Utama

Advokat Senior Ini Paparkan Tantangan ‘The Future Lawyer’ di Era Digital

Para advokat di masa mendatang, yang disebut sebagai the Future Lawyer tentunya juga harus lebih memahami teknologi informasi, internet connection, dan cyber security. Tapi seorang advokat tetap selalu menjunjung tinggi aturan hukum dan etika baik di era industri 4.0 maupun di masa yang akan datang.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Proses persidangan secara online ini diharapkan tak lagi ada advokat yang mengadakan “ex parte meeting” dengan hakim atau arbiter. Sekalipun diperlukan pertemuan, harus melalui court room atau hearing room yang dilakukan secara virtual. Dengan begitu, terdapat transparansi dan akuntabilitas profesi yang dapat dipertanggungjawabkan. Komunikasi antara advokat dan hakim bakal tercatat secara digital dalam minuta yang setiap saat dapat diakses kembali.

“Disinilah tantangan bagi advokat pada saat ini dan di masa mendatang untuk dapat selalu relevan dengan segala perubahan. Para advokat di masa mendatang, yang saya sebut sebagai the Future Lawyer tentunya juga harus lebih memahami teknologi informasi, internet connection, dan cyber security,paparnya.

Apalagi, pertumbuhan yang pesat dalam online cross-border transaction menimbulkan kebutuhan adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul sekaligus mekanisme penyelesaian sengketa yang juga dilakukan secara online. Dia melanjutkan ODR mulai dibahas serius di forum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Di Indonesia, terdapat UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

UU tersebut memberikan fondasi untuk digunakan mekanisme lain dalam rangka alternatif penyelesaian sengketa. “Pada hakikatnya para pihak dapat membuat perjanjian tersendiri untuk menyelesaikan sengketa, salah satunya dengan hukum acara yang disepakati para pihak.”

Dalam praktik hukum di Indonesia, Mahkamah Agung telah memberikan panduan virtual hearing dalam proses persidangan perkara pidana. Namun, memang belum menyeluruh berlaku sepenuhnya terhadap persidangan perkara perdata dan mediasi. Menurutnya, MA sudah bergerak cepat dan maju merespon kondisi pandemi dengan menerbitkan sejumlah kebijakan.

Misalnya, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya. SEMA No.1 Tahun 2021 Tentang Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya Pada Wilayah Jawa dan Bali.

Terkait e-court, Perma No.1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik dan Perma No.1 Tahun 2016 tentang Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Tapi sampai saat ini belum ada ada pengaturan mengenai tata cara mediasi secara elektronik. Padahal, untuk menciptakan mediasi yang efektif dan efisien bukan hanya saat pandemi Covid-19, tetapi juga sesudahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait