Ahli: Wewenang MK Tak Sekedar Memutus Perselisihan Hasil Pemilu
Melek Pemilu 2024

Ahli: Wewenang MK Tak Sekedar Memutus Perselisihan Hasil Pemilu

Makna memutus perselisihan tentang hasil pemilu adalah memeriksa dan mengadili perselisihan antara peserta pemilu dengan KPU mengenai proses perolehan jumlah suara dan hasil perolehan jumlah suara peserta pemilu secara nasional.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto saat memaparkan pandangannya dalam persidangan sengketa pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/4/2024). Foto: Tangkapan layar youtube
Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto saat memaparkan pandangannya dalam persidangan sengketa pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/4/2024). Foto: Tangkapan layar youtube

Proses persidangan perkara perselisihan hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres) Tahun 2024 terus bergulir. Kali ini MK menyidangkan perkara No.2/PHPU.Pres-XXII/2024 yang dimohonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Moch Mahfud MD dengan agenda pembuktian pemohon.

Tim hukum Ganjar-Mahfud yang dikomandoi advokat senior Todung Mulya Lubis menghadirkan sederet ahli dan saksi dalam persidangan. Antara lain pakar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto. Aan memulai pemaparannya dengan menjelaskan tentang keadilan pemilu. Proses pemilu yang adil dan bebas dari kecurangan merupakan pilar negara demokrasi.

Keadilan pemilu sebagai sarana, langkah, dan mekanisme yang merupakan bagian dari sistem pemilu untuk mencegah terjadinya ketidakberesan (sengketa pemilihan, -red) atau untuk mengurangi dan menyelesaikannya serta menghukum pelaku ketika hal itu terjadi. Prinsip-prinsip hukum dan keadilan menurut Aan harus menjadi dasar dalam menyelesaikan perselisihan pemilu, memastikan setiap proses pemilu dilakukan secara berintegritas dan transparansi.

“Kepercayaan publik terhadap sistem pemilu merupakan dasar dari demokrasi yang sehat dan lembaga hukum berperan kritis dalam memastikan setiap aspek pemilu dilaksanakan sesuai dengan standar hukum dan demokrasi tertinggi,” katanya dalam persidangan PHPU Pilpres di Gedung MK, Selasa (2/4/2024).

Baca juga:

Bagi Aan yang menjabat Dekan FH Universitas Brawijaya itu, keadilan dan integritas pemilu harus dijaga bukan hanya untuk menghormati prinsip dasar kedaulatan hukum, tapi juga tentang memastikan nilai-nilai demokrasi tetap terjaga. Keseimbangan antara perlindungan hak individu dan kebutuhan menyelenggarakan proses pemilu sangat penting untuk menjaga integritas proses pemilu, juga menghormati kehendak rakyat.

Aan melanjutkan, soal kewenangan MK memutus PHPU. Dia menyebut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan UU No.48 Tahun 2009 tentang Kehakiman mengatur kewenangan itu dalam frasa ‘memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum’.

Tapi dalam UU No.7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu frasa ‘tentang’ soal kewenangan MK terhadap PHPU itu hilang. Frasa wewenang sebagaimana Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 maknanya lebih luas dan komprehensif, tak sekedar memutus perselisihan hasil pemilu.

“Makna ‘memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum’ adalah memeriksa dan mengadili perselisihan antara peserta pemilu dengan KPU mengenai proses perolehan jumlah suara dan hasil perolehan jumlah suara peserta pemilu secara nasional,” ujarnya.

Lebih lanjut Aan menjelaskan, memutus perselisihan antara peserta pemilu dengan KPU mengenai proses perolehan jumlah suara bermakna memeriksa dan mengadili proses memperoleh suara dari adanya pelanggaran yang belum, tidak dapat, atau tidak ingin diselesaikan oleh penyelenggara pemilu. Bentuknya berupa pelanggaran yang tidak dapat ditolerir (intolerable condition) dan/atau pelanggaran yang dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif.

Sementara memutus perselisihan antara peserta pemilu dengan KPU mengenai hasil perolehan jumlah suara peserta pemilu secara nasional bermakna memeriksa dan mengadili perselisihan penetapan perolehan jumlah suara peserta pemilu secara nasional yang dibuat KPU. Aan mengusulkan kewenangan MK terkait PHPU kembali pada frasa sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

Peran MK selamatkan demokrasi

Ahli kedua yang memberi keterangan yakni pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura. Menurutnya, MK berperan penting dan strategis menyelamatkan demokrasi konstitusional Indonesia. Dalam konteks Pemilu 2024, khususnya dimensi kecurangan dan pelanggaran pemilu sebagaimana diajukan pemohon ke MK menjadi keniscayaan untuk diperiksa dan diuji secara faktual dengan kualitas pembuktian yang mendalam oleh MK.

Hukumonline.com

Ahli Hukum Tata Negara dari FH Universitas Andalas, Charles Simabura saat mengurai pandangannya di persidangan sengketa Pilpres. Foto: Tangkapan layar youtube

Charles menekankan pembuktian kecurangan pemilu sangat penting untuk memastikan apakah hasil pemilu yang diperoleh peserta pemilu bersumber dari kompetisi yang fair atau tidak. “Apakah sesuai aturan main, dan berjalan di atas proses pengawasan dan penegakan hukum profesional, jujur, dan adil,”  tegasnya.

Bagi Charles, MK perlu memastikan penanganan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu berjalan sesuai prinsip penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. Selain itu MK berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran yang dilakukan KPU mengingat ada putusan DKPP terhadap seluruh komisioner KPU RI tapi faktanya tidak berdampak baik kepada KPU RI sebagai termohon juga pasangan Capres-Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Mahkamah dapat melakukan diskualifikasi sebagaimana telah Mahkamah lakukan terhadap pasangan calon yang tidak memenuhi syarat formil terkait prosedur pencalonan yang bersangkutan (vide putusan MK No.132.BUP-XIX/2021 dan putusan MK No.135/PHP.BUP-XIX/2021),” katanya.

Tags:

Berita Terkait