Akademisi Sayangkan Ketidakjelasan Hukum Pidana Pelaku Open Booking Online
Utama

Akademisi Sayangkan Ketidakjelasan Hukum Pidana Pelaku Open Booking Online

Secara hukum positif Indonesia, pelaku open booking online tidak bisa dikenakan pidana. Tapi mungkin bisa dikategorikan sebuah perbuatan yang melanggar ketertiban masyarakat.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang juga Ahli Hukum Cybercrime, Brahma Astagiri.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang juga Ahli Hukum Cybercrime, Brahma Astagiri.

Perkembangan teknologi yang amat pesat tidak secara serta merta hanya memberikan implikasi positif dalam berbagai aspek dalam lini kehidupan manusia. Tetapi disamping dampak positif yang dirasakan, juga mulai bermunculan sejumlah polemik atau imbas negatif dari teknologi yang kian modern. Salah satu diantaranya ialah fenomena Open Booking Online (Open BO) yang dilakukan pada sejumlah aplikasi dating chat atau aplikasi lainnya.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang juga Ahli Hukum Cybercrime, Brahma Astagiri, dalam Webinar HMI Cabang Surabaya Komisariat Hukum Airlangga bertajuk ‘Cybersex Dari Sudut Pandang Hukum dan Psikologi’ pada Sabtu (4/6/2022) menerangkan bahwa menurutnya terdapat ketidakjelasan perihal hukum pidana bagi pelaku open BO. Meski dipandang sebagai perbuatan yang amoral, ia mengatakan bahwa open BO pada faktanya tidak secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kecuali, jika memang terdapat salah satu di antara kedua pihak yang melakukan transaksi open BO telah terikat dalam pernikahan. Jika salah satunya telah menikah, maka dapat diusut secara hukum pidana atas dalih perzinahan. Dengan catatan, pasangan yang bersangkutan yang melakukan pengaduan atas hal tersebut karena delik dari perbuatan open BO yang melibatkan suami atau istrinya merupakan delik aduan.

Baca:

“Apakah ini jual beli jasa seks? Mungkin. Apakah terjadi secara sukarela? Beberapa orang menjustifikasi tidak, engga secara suka rela, ada transaksi uangnya. Apakah ini prostitusi online? Saya kira bukan, karena harus melibatkan suatu perusahaan. Bukan cuma perusahaan, (tapi juga terdapat) germo atau mucikari. Prostitusi harus seperti itu. Itu yang tidak boleh oleh KUHP,” ujar Brahma dalam pemaparannya.

Jika melihat dari pendekatan peraturan perundang-undangannya, ia menilai banyak peraturan perundang-undangan tetapi hampir semuanya tidak bisa menjerat pelaku Booking Online. Sebagai contoh dalam Pasal 296 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan...,” serta Pasal 506 KUHP, “Barangsiapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikan sebagai pencarian…,” hanya dapat menjerat germo atau mucikarinya saja.

“Sedangkan sekarang ini individu yang menawarkan seks online, open BO itu rata-rata pribadi. Terus apa bisa kita menuduh atau menjustifikasi bahwa dating apps-nya adalah germonya? Ya, tidak bisa. Karena dia (dating apps) tidak mendapatkan keuntungan dari ini (transaksi open BO).”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait