Mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai sarana pemersatu, simbol kedaulatan dan usaha menunjukkan identitas bangsa memang sudah menjadi tugas Pemerintah. Namun demikian, berkaca dari polemik ketentuan mengenai kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam perjanjian yang melibatkan pihak Indonesia, Pemerintah terlalu jauh campur tangan dalam urusan privat, dalam hal ini termasuk perjanjian-perjanjian yang bersifat privat komersial. Seharusnya Perpres 63/2019 ini mengecualikan ketentuan penggunaan bahasa Indonesia untuk perjanjian-perjanjian yang bersifat privat komersial.
*) Priskila P. Penasthika adalah Mahasiswa program doktor pada Erasmus Graduate School of Law di Erasmus University Rotterdam, Belanda. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Catatan Redaksi: Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline |