Alasan DPD Usulkan Revisi UU Pelayaran
Berita

Alasan DPD Usulkan Revisi UU Pelayaran

Mulai peningkatan fungsi pengawasan, pengelolaan penyelenggaraan pelayaran, keselamatan pengguna moda transportasi laut, hingga melibatkan pihak swasta.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Dalam berlayar dibutuhkan instrumen keselamatan. Selama ini pengaturan tentang pelayaran diatur dalam UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Namun sayangnya, UU 17/2008 dinilai sudah tidak relevan. Karenanya diperlukan perubahan dari UU 17/2008. Setidaknya, dapat dilakukan perbaikan terhadap berbagai kekurangan yang termaktub dalam UU 17/2008.

 

Demikian disampaikan Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Aji Muhammad Mirza Wardana di komplek gedung parlemen beberap hari lalu. “Bahwa regulasi terkait sektor pelayaran belum dapat mendukung sektor pelayaran yang ideal bagi masyarakat,” kata Ali.

 

Sejumlah permasalahan dalam UU 17/2018 yang menjadikan UU Pelayaran mesti dilakukan revisi. Komite yang dipimpin Aji, setidaknya mencatat sejumlah persoalan yang menjadi sorotan dalam UU Pelayaran. Pertama, menyoal penguatan fungsi pengawasan regulator di sekto pelayaran.

 

Tentu saja dengan penguatan tersebut nantinya dapat mewujudka sektor keselamatan bagi para masyarakat yang menggunakan moda transpotasi angkutan laut. Sektor keselamatan moda transportasi laut amat penting. Itu sebabnya, keselamatan melalui peningkatan fungsi pengawasan dalam UU adalah keharusan.

 

Kedua, terkait dengan pengelolaan pelabuhan. Menurutnya persoalan penanganan dan pengelolaan pelabuhan kerap menjadi persoalan. Maklum saja, pelabuhan menjadi tempat kapal barang bersandar untuk mendistribusikan barang-barang. Karenanya, pengelolaanya perlu dilakukan secara transparan.

 

Ketiga, keselamatan pengguna dan pengemudi pelayaran. Belakangan tahun terakhir kecelakaan moda transportasi kapal laut terjadi. Karenanya perbaikan terhadap regulasi terkait perlu dilakukan secara menyeluruh, hingga aturan pelaksanaanya.

 

Keempat, pengawasan terhadap keamanan laut. Kelima, birokratisasi perizinan yang panjang di pelabuhan serta pelayaran mesti diperbaiki. Berbagai persoalan tersebut mesti dijadikan bahan masukan untuk merevisi pengaturan UU Pelayaran. Namun demikian, fokus utama DPD terhadap perbaikan UU Pelayaran yakni sektor keselamatan serta pendapatan bagi daerah.

 

“Saya rasa masih banyak yang harus disiapkan, digali terkait RUU ini. Yang menjadi target adalah pada bulan Juli RUU ini sudah selesai,” harapnya. Baca Juga: Evaluasi Standar Keselamatan Angkutan Penyeberangan

 

Kendati demikian, nasib revisi terhadap UU Pelayaran melalui jalan yang berliku. Pasalnya berdasarkan daftar Prolegnas 2014-2019, revisi UU Pelayaran belum masuk. Itu artinya, perlu perjuangan besar agar nasib revisi UU Pelayaran dapat masuk daftar Prolegnas lima tahunan, hingga prioritas tahunan.

 

Lebih lanjut, Aji berpendapat keinginan untuk memperkuat peranan regulator dalam RUU Perubahan atas UU Pelayaran. Persoalannya, lemahnya peranan pengawasan dari regulator menimbulkan banyak masalah di sektor pelayaran, salah satunya di pelabuhan. Menurutnya, proses bongkar muat barang yang sulit dengan beban biaya yang tinggi, serta kurangnya pengawasan dan kontrol atas pelabuhan-pelabuhan yang dikelola pihak swasta.

 

Memperjelas antara kewenangan regulator dan operator menjadi bagian fokus DPD terhadap perubahan UU Pelayaran ini. “Banyak masalah ternyata faktor pengawasan menjadi loss di lapangan, terutama pengawasan terhadap pelabuhan swasta, ada barang masuk dari luar, terkadang tidak terpantau. Jadi memperkuat fungsi regulator juga operator saya rasa cukup penting dalam RUU ini,” katanya.

 

Kolega Aji di Komite II, Anang Prihantoro menambahkan penegakan terhadap integritas petugas di pelabuhan dalam melakukan pengawasan di sektor pelayaran. Anggota Komite II itu berpandangan, pelaksanaan fungsi pengawasan di sektor pelayaran amat dipengaruhi dari integritas dan ketegasan para petugas di pelabuhan.

 

“Ke depannya pembangunan di pelabuhan juga baik, serta masyarakat pengguna yang memanfaatkan pelabuhan, merasa betul-betul negara itu hadir, bukan mafia yang hadir,”  ujarnya.

 

Lebih lanjut senator asal Lampung itu mengatakan, UU Pelayaran ke depannya mesti mengakomodir keterlibatan pihak swasta nasional dalam penyelenggaraan pelayaran. Soalnya, daerah banyak memiliki perusahaan swasta yang bekerja sama dengan pemerintah daerah. “Tetapi swasta nasional yang menjadi prioritas kita,” kata dia.

 

Sementara, Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Kementerian Perhubungan, Arif Toha Tjahjagama mendukung penuh upaya merevisi UU Pelayaran. Menurutnya, satu dari sekian persoalan penyelenggaraan pelayaran adalah peningkatan keselamatan bagi pengguna moda transportasi laut. Kemudian, debirokratisasi di pelabuhan, pengurangan biaya-biaya bongkar muat di pelabuhan. “Dan Fungsi pengawasan di sektor pelayaran,” katanya.

Tags:

Berita Terkait