Alasan ‘Novum’ Ini, KPU Bakal Larang Mantan Koruptor Ikut Pilkada
Berita

Alasan ‘Novum’ Ini, KPU Bakal Larang Mantan Koruptor Ikut Pilkada

KPU mengajukan larangan pencalonan mantan terpidana korupsi karena pemilihan untuk pemimpin tunggal yang harus mampu menjalankan tugasnya dengan baik sekaligus menjadi contoh yang baik.

Oleh:
Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung KPU. Foto: RES
Gedung KPU. Foto: RES

Jelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020, Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi mengajukan usulan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait larangan pencalonan mantan terpidana korupsi sebagai calon kepala daerah yang akan dituangkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).  

 

"Atas dasar dua fakta yang kami sebutkan sebagai ‘novum’ ini, kami mengusulkan ini tetap diatur di pemilihan kepala daerah (pilkada)," kata Ketua KPU Arief Budiman dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (11/11/2019) seperti dikutip Antara. Komisioner KPU yang dipimpin oleh Arief, telah menyampaikan usulan itu ketika menemui Presiden Joko Widodo dan menyerahkan buku Laporan Pelaksanaan Pemilu 2019.

 

Fakta pertama, menurut Arief, yakni ada calon kepala daerah pada pemilihan sebelumnya yang sudah ditangkap, namun terpilih memenangkan pilkada. Namun kemudin tokoh tersebut sudah ditahan ketika terpilih, sehingga tidak bisa meminpin jalannya pemerintahan daerah yang bersangkutan dan posisinya digantikan oleh orang lain. Kasus seperti ini terjadi di Tulung Agung Jawa Timur dan Provinsi Maluku Utara.

 

"Jadi sebetulnya apa yang dipilih oleh pemilih (di daerah tersebut) menjadi sia-sia karena yang memerintah bukan yang dipilih, tetapi orang lain," ujar Arief.

 

Fakta kedua, dijelaskan Arief yakni ada pemimpin yang sudah pernah ditahan dan bebas, lalu mencalonkan diri kembali dalam pilkada dan tertangkap karena korupsi lagi.

 

Alasan KPU mengajukan larangan pencalonan mantan terpidana korupsi karena pemilihan untuk pemimpin tunggal yang harus mampu menjalankan tugasnya dengan baik sekaligus menjadi contoh yang baik.

 

"Melihat perdebatan ini sudah tidak sekeras dulu lagi, pembahasan kami, saya rasa semakin banyak yang punya ‘nafas’ yang sama, punya rasa yang sama, ya kita butuh (aturan) yang ini," kata Arief.

Tags:

Berita Terkait