Alasan Pemberat dan Peringan Hukuman
Terbaru

Alasan Pemberat dan Peringan Hukuman

Dasar pemberat dan peringan hukuman bagi pelaku tindak pidana bisa terjadi jika sudah memenuhi semua unsur, namun ada alasan yang membuat pelaku diancam hukumannya lebih ringan atau lebih berat.

Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit
Alasan Pemberat dan Peringan Hukuman
Hukumonline

Alasan pemberat dan peringan hukuman dijatuhkan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana yang harus termuat di dalam satu putusan. Pasal 197 ayat (2) KUHP menyatakan, tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat 1 huruf a,b,c,d,e,f,h,i,k,l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Meskipun KUHP tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan keadaan yang memberatkan dan meringankan karena bukan hal yang mudah untuk menjatuhkan keadilan yang sifatnya kualitatif menjadi kuantitatif.

UU membedakan antara dasar-dasar pemberat pidana umum dan pemberat pidana khusus. Dasar pemberat pidana umum adalah dasar pemberatan pidana yang berlaku untuk segala macam tindak pidana, baik yang ada dalam kodifikasi maupun tidak di luar pidana KUHP.

Baca Juga:

Dasar pemberatan pidana khusus yaitu dirumuskan dan berlaku pada tindak pidana tertentu dan tidak berlaku untuk tindak pidana yang lain. Lalu dalam Pasal 135 KUHP, pemberat pidana adalah penambahan 1/3 dari maksimum ancaman pidana.

Dasar pemberatan atau penambahan pidana umum adalah kedudukan sebagai pegawai negeri, penanggulangan delik, dan gabungan dua atau lebih delik.

Kemudian, peringanan pidana dapat dilihat dari keadaan subjektif terjadinya tindak pidana, yaitu keadaan-keadaan yang meliputi pelaku saat melakukan tindak pidana. Alasan peringanan pidana biasanya terlihat pada putusan hakim sebagai “Hal yang Meringankan”.

Pertimbangan keadaan meringankan harus memenuhi karakteristik dengan batasan-batasan, yaitu:

1. Bentuknya berupa sifat, perihal, suasana atau situasi yang berlaku yang berkaitan dengan tindak pidana.

2.   Rumusannya ditemukan di luar dari tindak pidananya itu sendiri.

3.   Menggambarkan tingkat keseriusan tindak pidananya atau tindak bahayanya si pelaku.

4.  Dapat merupakan upaya pelaku untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat keseriusan dari tindak pidana atau mengembalikan keadaan yang terganggu akibat tindak pidana kepada keadaan semula.

5.  Keadaan-keadaan yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan, yang mengurangi tingkat keseriusan dari tindak pidananya atau ancaman bahaya dari pelakunya.

6.  Keadaan-keadaan yang dapat menjadi pertimbangan faktor sosiologis terkait kemanfaatan dari pemidanaan yang dijatuhkan.

Untuk dapat menjatuhkan pidana dalam sebuah putusan, majelis Hakim harus mempertimbangkan terpeliharanya rasa keadilan di masyarakat. Hakim juga perlu mempertimbangkan rasa keadilan dan prinsip kemanusiaan dengan hukum yang juga harus tegas.

Pertimbangan keadaan memberatkan dan meringankan yang paling utama berpengaruh dalam proporsionalitas penjatuhan pidana, baik proporsionalitas antara tindak pidana yang dijatuhkan dengan tingkat kesalahan yang dilakukan terdakwa, proporsionalitas disparitas putusan, maupun proporsionalitas antara pemidanaan dengan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.

Pertimbangan alasan pemberat dan peringan hukuman berpengaruh dalam penjatuhan pidana maksimum dan pidana minimum, hingga dimungkinkan menjadi dasar dijatuhkannya pidana di bawah batas minimum khusus.

Dalam putusan-putusan pengadilan, alasan pemberat dan peringan hukuman sangat luas dan variatif. Pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan merupakan bentuk pertanggungjawaban hakim atas apa yang diputuskannya dalam amar putusan, sehingga segala sesuatu yang diputuskan di dalam amar putusan harus dipertimbangkan dengan baik dalam pertimbangan hukum yang termuat pada tubuh putusan.

Tags:

Berita Terkait