Catatan Amnesty International dalam kurun waktu 3 tahun terakhir menunjukkan ruang kebebasan sipil semakin sempit. Persoalan itu bertambah buruk setelah pemerintah dan DPR sepakat menyetujui RUU KUHP menjadi UU. Secara umum kalangan masyarakat sipil menilai banyak pasal KUHP yang bermasalah dalam koteks demokrasi dan HAM.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan pengesahan KUHP tak hanya membuktikan negara tidak serius melindungi HAM, tapi juga mencoreng wajah Indonesia di ranah internasional dalam bidang pemajuan dan penghormatan HAM.
Usman menjelaskan sebelum RUU KUHP disahkan kebebasan berekspresi yang merupakan salah satu pilar kebebasan sipil mengalami penurunan. Pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE sering digunakan untuk menjerat, mengadili, dan menghukum beragam pihak seperti akademisim jurnalis, dan konsumen.
“Meskipun ketentuan pencemaran nama baik dinyatakan akan dihapus dari UU ITE, namun ketentuan tersebut tetap tercantum dalam KUHP,” kata Usman Hamid saat dikonfirmasi, Senin (12/12/2022).
Baca Juga:
- Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat Tolak KUHP Baru
- Dewan Pers: KUHP Baru Berpotensi Ancam Kemerdekaan Pers dan Demokrasi
- Tok! RUU KUHP Resmi Jadi KUHP Nasional
Sepanjang tahun 2022, Usman mencatat UU ITE sudah digunakan terhadap 37 kasus pelanggaran atas kebebasan berekspresi dengan 46 korban. Tercatat 11 kasus diantaranya merupakan hasil patroli polisi virtual.
Pemerintah dan DPR tetap mengesahkan RUU KUHP di tengah protes berbagai pihak. Usman menghitung tak sedikit pasal yang mengancam kebebasan sipil, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya terutama kaum marjinal dan minoritas. KUHP juga meniadakan keadilan bagi korban pelanggaran HAM, merendahkan martabat manusia serta membahayakan HAM secara umum.