Anggota DPR Disebut Jadi Backing Perusahaan
Berita

Anggota DPR Disebut Jadi Backing Perusahaan

Untuk memperoleh proyek SHS yang dilaksanakan di Kementerian ESDM tahun 2007 dan 2008.

FAT
Bacaan 2 Menit

Ada beberapa anggota dewan yang disebut Kosasih menjadi backing perusahaan dalam proyek ini. Mereka di antaranya adalah Sutan Bhatoegana dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Herry dari Fraksi PDIP, Nizar Dahlan dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD), Andy Syah Reza, Gusti Iskandar Alamsyah dari Golkar, Yoesrin Nasution, seorang pengusaha bernama Donny Yusgiantoro, mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Gories Mere hingga seseorang yang bernama Rahman Pelu yang diduga dari BadanIntelijen Negara (BIN).

Di tempat yang sama, Jacobus membantah tuduhan bekan anak buahnya tersebut. Menurut Jacobus, dirinya tak pernah memberikan arahan ke Kosasih untuk memenangkan perusahaan yang direkomendasikan oleh anggota dewan maupun pejabat lain. “Tidak ada titipan dari saya atau catatan,” katanya.

Hanya, lanjut jacobus, dirinya pernah meminta Kosasih untuk menemaninya menemui sejumlah tamu yang datang. Apalagi tamu yang datang tersebut berkaitan dengan proyek yang dilaksanakan Kementerian ESDM. “Misal Gories Mere datang terkait tender, karena saya nggak mau, saya kenalkan ke terdakwa dua, lalu dia berurusan dengan Gories Mere,” tandasnya.

Dimarahi
Kosasih mengaku sempat dimarahi Herman Herry. Menurutnya, Herman marah lantaran jumlah proyek dan nilai yang ditangani grupnya tak sesuai dengan ekspektasi. “Dia agak kecewa, tidak sesuai ekspektasinya, dia minta setengahnya dikerjakan grup dia. Tapi hanya dapat tujuh paket di 2008, nilainya Rp58 miliar,” ujarnya.

Karena kecewa, menurut Kosasih, Herman tak akan memberikan fee kepadanya. Melainkan melalui Gusti Iskandar ke terdakwa Jacobus. “Saya laporkan besoknya ke Jacob, tapi katanya belum ada (fee yang masuk, red),” kata Kosasih di persidangan.

Kosasih mengaku, selama tahun 2007 hingga tahun 2008, dirinya memperoleh fee dari perusahaan pemenang lelang berjumlah Rp9,6 miliar. Dana yang diterima Kosasih ini terjadi secara cash dan transfer. Namun, dari dana tersebut, sebagian di antaranya diberikan ke anggota dewan yang membahas RUU Ketenagalistrikan, pembayaran internal Ditjen LPE hingga biaya operasional hingga Tunjangan Hari Raya (THR).

”Saya telah kembalikan uang ke KPK Rp150 juta, sisanya Rp85 juta belum dikembalikan. Sumber uang dari rekanan proyek SHS,” kata Kosasih. Ia mengaku seluruh penerimaan dan pengeluaran uang tersebut dilaporkan ke Jacobus.

Terkait hal ini Jacobus merasa tak dilaporkan oleh Kosasih. Bahkan, ia juga tak pernah mengarahkan Kosasih untuk memberikan uang ke anggota dewan yang tengah membahas RUU Ketenagalistrikan. “Itu sudah mekanisme biasa yang dilakukan Sesditjen sebagai orang kedua dan orang keuangan, dia yang mengatur dari mana sumbernya,” ujar Jacobus.

Dalam perkara ini, Jacob dan Kosasih didakwa telah melakukan penggelembungan harga (mark up) dalam pengadaan sistem listrik rumah tenaga surya pada tahun 2007 dan 2008. Untuk tahun 2007 kerugian negaranya mencapai Rp77,3 miliar. Setahun kemudian dalam proyek sama, negara merugi Rp67,4 miliar, sehingga total kerugian mencapai Rp 144,8 miliar.

Akibat perbuatannya tersebut, kedua terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dan subsidairitas melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Tags: