Anomali Asas Non Retroaktif dalam Putusan MK Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK
Kolom

Anomali Asas Non Retroaktif dalam Putusan MK Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK

Jangan sampai putusan MK ini justru dipergunakan sebagai alat oleh pemerintah untuk menyalahgunakan kekuasaan untuk melindungi kepentingan semata.

Bacaan 5 Menit
Refindie Micatie Esanie Foekh. Foto: Istimewa
Refindie Micatie Esanie Foekh. Foto: Istimewa

Pada tanggal 14 November 2022 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Nurul Ghufron sebagai Pemohon mengajukan Judicial Review terhadap dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Judicial review ini terdaftar dalam Perkara Nomor 112/PUU-XX/2022, yaitu:

  1. Pasal 29 huruf e UU KPK yang mengatur, “Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan.”; dan
  2. Pasal 34 UU KPK yang mengatur, “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.”

Adapun latar belakang permohonan judicial review diajukan karena Pemohon menilai hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya UU KPK yang baru. Pemohon yang telah dilantik sebagai Wakil Ketua KPKi yang juga merangkap sebagai Anggota KPK periode 2019-2023 yang saat itu masih berumur 45 tahun seharusnya memiliki hak untuk sekali lagi menjabat. Dengan adanya UU KPK yang baru, hak Pemohon menjadi hapus akibat umur Pemohon yang tidak memenuhi persyaratan untuk dapat diangkat menjadi pimpinan KPK, yaitu berusia paling rendah 50 tahun.

Terhadap permohonan judicial review tersebut, pada tanggal 25 Mei 2023 MK mengabulkan permohonan dari Pemohon untuk seluruhnya melalui Putusan MK yang memuat sebagian amar putusan tersebut sebagai berikut:

  • Menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
  • Menyatakan Pasal 34 UU KPK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Baca juga:

Bahwasanya Putusan MK tersebut sempat menimbulkan kontroversi, sebab sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), “Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum”.

Tags:

Berita Terkait