Aparat Pengadilan Positif Covid-19 Meningkat, MA Diminta Lakukan Empat Hal Ini
Berita

Aparat Pengadilan Positif Covid-19 Meningkat, MA Diminta Lakukan Empat Hal Ini

Mulai menutup sementara minimal selama 14 hari semua layanan pengadilan; kewajiban rapid test/swab test; memaksimalkan sistem WFH atau sistem kerja bergiliran, melakukan persidangan daring; hingga menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Petugas saat menyemprotkan disinfektan di ruang sidang pengadilan. Foto: RES
Petugas saat menyemprotkan disinfektan di ruang sidang pengadilan. Foto: RES

Hingga Rabu (31/8/2020), berdasarkan pemberitaan sejumlah media, Koalisi Pemantau Peradilan menilai kasus aparat pengadilan yang positif Covid-19 terus meningkat, mulai pimpinan pengadilan, hakim, panitera, pegawai. Koalisi mencatat ada sekitar 86 orang yang positif Covid-19 tersebar di 16 pengadilan seluruh Indonesia.

Respon tindakan pengadilan ditemukan masih beragam, mulai terdapat pengadilan yang menutup total pengadilan (lockdown), ada yang menunda sidang, mengurangi jadwal sidang, melakukan rapid test atau swab test, hingga hanya melakukan penyemprotan dan tetap membuka pelayanan.

“Kondisi ini tentu menimbulkan kekhawatiran dan membutuhkan respon yang tegas dan cepat dari Mahkamah Agung (MA),” ujar salah satu anggota Koalisi Pemantau Peradilan, Sekjen PBHI Julius Ibrani saat dikonfirmasi, Rabu (2/9/2020). Selain PBHI, Koalisi Pemantau Peradilan terdiri dari YLBHI, LeIP, PILNET Indonesia, PUSKAPA, ICW, IJRS, ICJR, LBH Masyarakat, KontraS, ELSAM, LBH Jakarta, ICEL, PSHK, Imparsial, LBH Apik Jakarta. (Baca Juga: Karena Covid-19, PN Jakarta Pusat “Lockdown” Selama Sepekan)

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Liza Farihah menerangkan sejak Covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam di Indonesia, upaya MA merespon situasi darurat ini telah dimulai dengan dikeluarkannya SEMA No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Di Lingkungan Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya, sebagaimana terakhir kali diubah dengan SEMA No. 6 Tahun 2020.

“Kebijakan ini telah disesuaikan dengan perkembangan situasi terkini melalui lima kali perubahan,” kata Liza.  

Selanjutnya, MA mengeluarkan SEMA No. 8 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja Dalam Tatanan Normal Baru Pada Mahkamah Agung Dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya Untuk Wilayah Jabodetabek Dan Wilayah Dengan Status Zona Merah Covid-19. Melalui pedoman ini, MA menekankan penggunaaan e-Court maupun e-Litigation untuk menghindari atau setidaknya mengurangi potensi berkumpulnya banyak orang.

Langkah selanjutnya yang harus diapresiasi adalah adanya Nota Kesepahaman antara MA, Kejaksaan, Kepolisian dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentang Pelaksanaan Sidang Perkara Pidana melalui Konferensi Video dalam Rangka Pencegahan COVID-19 pada 13 April 2020. Namun, upaya-upaya di atas belum efektif mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan merespon kasus aparat pengadilan yang positif Covid-19.

Dalam pedoman itu memang telah disebutkan sistem work from home, pembagian shift kerja, persidangan secara daring, imbauan menjaga jarak aman, menggunakan alat pelindung diri sebagai upaya menjaga keselamatan pegawai pengadilan. Namun dengan meningkatnya jumlah pegawai yang positif Covid-19 dari hari ke hari membuat upaya tersebut tidaklah cukup. 

“Contact tracing diperlukan untuk melacak kemungkinan berpindahnya virus dari aparat pengadilan kepada jaksa penuntut umum, penasihat hukum dan masyarakat yang hadir di pengadilan atau sebaliknya,” paparnya.

Apalagi, MA belum mewajibkan seluruh pengadilan untuk melakukan rapid test atau swab test secara berkala kepada aparat pengadilan dan tidak perlu menunggu sampai ada pegawai yang terkonfirmasi positif terlebih dahulu. Beberapa pengadilan ada yang telah melakukan rapid test atau swab test secara mandiri. Namun, seringkali setelah seorang aparat pengadilan dinyatakan positif Covid-19, tidak semuanya diberikan rapid test atau swab test. 

“MA juga harus meningkatkan peran pimpinan pengadilan agar benar-benar menerapkan protokol kesehatan secara ketat sesuai standar World Health Organization (WHO),” kata dia.

Hukumonline.com

Karena itu, Koalisi meminta empat hal yang seharusnya dilakukan MA untuk menekan peningkatan kasus Covid-19 yang menimpa aparat pengadilan. Pertama, MA agar menutup sementara minimal selama 14 hari semua layanan pengadilan yang memiliki kasus positif Covid-19, dan terhadap kasus pidana yang memiliki isu masa penahanan, pengadilan wajib menerapkan sidang secara daring.

Kedua, MA mengeluarkan kebijakan terkait kewajiban melakukan rapid test/swab test secara berkala dan menyeluruh untuk semua aparat pengadilan di seluruh Indonesia. Ketiga, MA mewajibkan seluruh pengadilan selama masa tunggu hasil rapid test/swab test untuk menutup total pengadilan sampai dipastikan tidak ada aparat pengadilan yang positif Covid-19.

Keempat, MA benar-benar menekankan para pimpinan pengadilan dalam memaksimalkan sistem work from home (WFH) atau sistem kerja bergiliran, melakukan persidangan daring, dan hal-hal lain dalam menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Tags:

Berita Terkait