Aturan Izin Pemeriksaan Bukan Kekebalan Hukum
Utama

Aturan Izin Pemeriksaan Bukan Kekebalan Hukum

Adanya Perlakuan berbeda antara kepala daerah dan warga negara lainnya sesuatu hal yang wajar.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Sidang pengujian UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah digedung MK. Foto: SGP
Sidang pengujian UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah digedung MK. Foto: SGP

Prosedur izin pemeriksaan kepala daerah oleh presiden sama sekali tidak bermaksud menghambat proses penegakan hukum atau pemberantasan korupsi di Indonesia.

 

“Prosedur penyelidikan dan penyidikan kepala daerah sama sekali tidak menyebabkan mereka  kebal hukum karena tanpa persetujuan Presiden pun, penyelidikan atau penyidikan tetap bisa dilakukan,” kata Ahmad Yani saat memberikan keterangan mewakili pihak DPR dalam pengujian Pasal 36 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di gedung MK Jakarta, Kamis (8/11).

 

Anggota Komisi III DPR itu merujuk pada Pasal 36 ayat (2) UU Pemda yang menyatakan penyidikan dan penyelidikan terhadap kepala daerah yang terlibat kasus hukum tetap dapat dilakukan jika izin tertulis tidak dapat diberikan oleh Presiden setelah 60 hari.


Selengkapnya, Pasal 36 ayat (2) berbunyi, “dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak diberikan oleh presiden dalam waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan.”

 

Ia juga membantah bahwa berlakunya Pasal 36 ayat (1) UU Pemda melanggar prinsip persamaan di muka hukum dan bersifat diskriminatif. 


“Kita menilai tak ada pelanggaran prinsip persamaan di muka hukum dan nondiskriminasi. Memang adanya perlakuan berbeda antara kepala daerah dan warga negara lainnya secara umum dapat diterima karena kepala daerah punya beban tugas yang tidak dimiliki oleh warga negara lainnya yaitu sebagai penyelenggara pemerintahan daerah, ini merupakan hal yang wajar,” dalihnya.

  

Untuk diketahui, pengujian UU ini dimohonkan sejumlah aktivis anti korupsi yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW), Feri Amsari (Dosen FH Andalas), Teten Masduki (Sekjen TII), dan Zainal Arifin Mochtar (Direktur Pukat UGM). 

 

Para pemohon meminta MK membatalkan/menghapus Pasal 36 UU Pemda yang mengatur prosedur pemeriksaan izin kepala daerah yang terlibat kasus hukum oleh presiden itu. Sebab, Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4), (5) UU Pemda dinilai bertentangan dengan Pasal 24 (1), 27 ayat (1), 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.    


Pemohon menilai Pasal 36 UU Pemda itu bertentangan dengan prinsip peradilan yang independen, equality before the law, nondiskriminasi, dan peradilan cepat. Dalam beberapa kasus, khususnya penuntasan kasus-kasus korupsi menjadi terhambat(justice delay) yang berpotensi merugikan hak konstitusional para pemohon yang concern terhadap pemberantasan korupsi.

   

Pemohon menilai Pasal 36 UU Pemda bertentangan dengan prinsip peradilan yang independen, equality before the law, nondiskriminasi, dan peradilan cepat. Dalam beberapa kasus, khususnya penuntasan kasus-kasus korupsi menjadi terhambat (justice delay) yang berpotensi merugikan hak konstitusional para pemohon yang peduli terhadap pemberantasan korupsi.

 

Menurutnya, tak ada perbedaan antara pencuri ayam dan kepala daerah yang diduga mencuri uang negara. Sebab, ketika pelaku maling ayam tak perlu ada izin tertulis, tetapi kenapa kepala daerah maling uang negara harus izin presiden. Hal ini bentuk pelanggaran prinsip non diskriminasi.

Tags: