Awas, Melakukan Pernikahan Secara Terpaksa Bisa Dipidana
Terbaru

Awas, Melakukan Pernikahan Secara Terpaksa Bisa Dipidana

Langkah hukum yang dapat diambil ketika menikah karena terpaksa disertai ancaman adalah pembatalan perkawinan, bukan perceraian.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Jadi, langkah hukum yang dapat diambil ketika menikah karena terpaksa disertai ancaman adalah pembatalan perkawinan, bukan perceraian. Permohonan pembatalan perkawinan ini diajukan kepada Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dalam daerah hukum di mana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal suami istri atau tempat tinggal suami atau istri (Pasal 25 UU Perkawinan jo. Pasal 74 ayat (1) KHI)

Syarat Pembatalan Perkawinan

Dikutip dari informasi mengenai Pembatalan Nikah dari laman Pengadilan Agama Depok, syarat-syarat pembatalan perkawinan yang semua fotokopi persyaratannya harus dileges (nazegelen) di kantor pos kecuali KTP adalah: fotokopi KTP pemohon; fotokopi akta nikah yang mau diajukan pembatalan nikah; surat permohonan pembatalan nikah (di Posbakum).

Kemudian suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila: seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama; perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud; perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain; perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan; perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak; perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Jika setelah melalui prosedur di atas dan berdasarkan hasil persidangan, pembatalan perkawinan tersebut dikabulkan oleh hakim, maka berdasarkan Pasal 28 ayat (1) UU Perkawinan, batalnya suatu perkawinan tersebut dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.

Penting untuk dicatat, berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU Perkawinan mengatur bahwa pembatalan tersebut tidak berlaku surut terhadap; anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; suami atau istri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu; orang-orang ketiga lainnya yang tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Tags:

Berita Terkait