Babak Baru, Begini Penjelasan 14 Isu Krusial RKUHP
Utama

Babak Baru, Begini Penjelasan 14 Isu Krusial RKUHP

Mulai living law sampai pasal yang mengatur kejahatan pemerkosaan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Kedelapan, Pasal 342 tentang penganiayaan hewan. Menurutnya, pemerintah telah menambahkan penjelasan Pasal 342 ayat (1) huruf a. Dengan demikian menjadi berbunyi “Yang dimaksud dengan ‘kemampuan kodrat’ adalah kemampuan hewan yang alamiah”. Kesembilan, Pasal 414-416 tentang alat pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan.

Dalam penjelasan, Pasal 414 tidak ditujukan bagi orang dewasa, melainkan untuk memberikan pelindungan kepada anak agar terbebas dari seks bebas. Pengecualian Pasal 414 bila dilakukan untuk program KB, pencegahan penyakit menular seksual, kepentingan pendidikan, dan untuk ilmu pengetahuan. Kemudian dilakukan untuk kepentingan pendidikan. Sementara rumusan Pasal 416 RKUHP sesuai dengan Pasal 28 UU No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Kesepuluh, Pasal 431 tentang Penggelandangan. Menurutnya, pemerintah mengusulkan agar rumusan Pasal 431 tetap diatur dalam draf RKUHP. Tujuannya agar dapat menjaga ketertiban umum. Sanksi yang diberikan pun bukan pidana pemenjaraan, tapi sebatas pidana denda. Malahan dimungkinkan pidana alternatif berupa pengawasan atau pidana kerja sosial. Alasan lainnya, akibat adanya putusan MK No.29/PUU-X/2012 yang menguatkan pengaturan penggelandangan dalam draf RKUHP.

Kesebelas, Pasal 469-471 tentang aborsi. Menurutnya, pemerintah mengusulkan penambahan 1 ayat baru yang menyebutkan, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban perkosaan yang usia kehamilannya tidak melebihi 12 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis”. Penambahan 1 ayat baru tersebut memberi pengecualian bagi pengguguran kandungan untuk perempuan apabila terdapat indikasi kedaruratan medis atau hamil karena korban perkosaan yang usia kehamilannya tidak lebih dari 12 minggu.

“Ketentuan dalam ayat baru tersebut merupakan ketentuan yang telah diatur dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,” ujarnya.

Kedua belas, Pasal 417 tentang Perzinahan. Menurutnya, tak ada satupun agama yang membolehkan perzinahan. Sebab perzinahan menjadi kejahatan tanpa korban (victimless crime) yang secara individual tidak langsung melanggar hak orang lain, tapi melanggar nilai budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat. Pasal 417 bagi pemerintah bentuk penghormatan terhadap lembaga perkawinan. Rumusan pasal tersebut sebagai delik aduan yang hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak. Seperti suami, istri, orang tua, atau anaknya.

Ketiga belas, Pasal 418 tentang kohabitasi. Rumusan pasal tersebut merupakan delik aduan. Pengadunya hanya dapat diajukan orang-orang yang terdampak. Namun begitu, pemerintah mengusulkan menghapus ketentuan kepala desa yang dapat mengajukan aduan. Dengan begitu, aduan hanya dapat dilakukan suami/istri (bagi yang terikat perkawinan), atau orang tua atau anak (bagi yang tidak terikat perkawinan).

Keempat belas, Pasal 479 tentang perkosaan. Menurutnya, perkosaan dalam perkawinan (marital rape) ditambahkan dalam rumusan Pasal 479 agar konsisten dengan Pasal 53 UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tapi kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap istri atau suami bersifat delik aduan.

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmon Junaidi Mahesa mengatakan naskaf draf RKUHP sedianya telah diambil keputusan di tingkat pertama oleh DPR periode 2014-2019 lalu. Hanya saja saat itu, RKUHP salah satu RUU yang ditolak publik. Alhasil, pengambilan keputusan tingkat dua pun ditunda. Namun oleh DPR periode 2019-2024, RKUHP bakal diperjelas dengan disepakati  pembahasan lanjutan.

Artinya, kata Desmon, pasal-pasal yang telah dibahas dan disepakati oleh DPR periode 2014-2019 bersama pemerintah lalu tak dibahas ulang, tapi melanjutkan pembahasan terhadap isu-isu krusial. Termasuk adanya penambahan dan reformulasi rumusan sebagaimana yang disampaikan pemerintah. Karenanya, tidak ada pandangan fraksi lagi, lantaran pembahasan sejumlah pasal sudah rampung sebelumnya oleh DPR periode lalu. Menurutnya, setelah disepakati bersama antara DPR dan pemerintah soal nasib kelanjutan pembahasan RKUHP, pihaknya bakal melayangkan surat ke pemerintah melalui pimpinan DPR. “Komisi III akan bersurat ke presiden melalui pimpinan DPR soal tindak lanjut RKUHP.”

Tags:

Berita Terkait