Beberapa Catatan atas Peraturan Kepolisian Pamswakarsa
Kolom

Beberapa Catatan atas Peraturan Kepolisian Pamswakarsa

Mulai dari pemuliaan profesi satpam hingga adanya kesalahan redaksional.

Bacaan 6 Menit

Sebagai contoh, pertama, mengenai kurikulum pendidikan, mata pelajaran dan jam pelajaran yang Penulis ketahui saat ini masih mengikuti ketentuan Peraturan Kapolri No. 18 Tahun 2006 tentang Pelatihan dan Kurikulum Satuan Pengamanan (Perkap No. 18/2006). Menjadi pertanyaan mengapa ketentuan dalam Perkap No. 24/2007 terkait Satpam dicabut dalam Perpol Pamswakarsa padahal pola jam pendidikan dalam Perkap No. 18/2006 dirujuk pula dalam Perkap No. 24/2007

Contoh kedua, penuntun Satpam yang berada dalam lampiran Perkap No. 24/2007 apakah karena terkait dengan Satpam juga termasuk yang dicabut? Apabila secara konsisten dipandang hal tersebut terkait dengan Satpam maka ketentuan mengenai hal tersebut termasuk juga yang dicabut. Seyogianya pencabutan peraturan secara sebagian tersebut menyebutkan secara jelas pasal dan bagian mana yang dicabut sehingga terdapat kepastian hukum.

Catatan keempat berikutnya, adanya pergantian terhadap seragam Satpam dalam Perpol Pamswakarsa, tentunya hanya berlaku bagi Satpam yang telah mengikuti pendidikan baik gada pratama, gada madya atau gada utama. Warna seragam menyerupai warna seragam Polisi dengan tingkat gradasi 20 persen lebih muda dari seragam Polri. Penggunaan seragam yang menyerupai warna baju polisi tentunya mempunyai efek positif yaitu bersifat deterence/mencegah terjadinya kejahatan karena secara sekilas pelaku kejahatan melihat adanya sosok polisi/representasi dari polisi.

Namun demikian terkait dengan hal tersebut perlu juga dikaji dampak lain dari penggunaan seragam tersebut, salah satunya dari pengalaman sebelumnya di mana pelaku aksi terorisme kerap melakukan serangan kepada kantor polisi ataupun oknum polisi. Sangat dimungkinkan apabila di kemudian hari terdapat serangan kepada anggota Satpam oleh pelaku aksi terorisme yang menganggap bahwa yang mereka serang tersebut adalah polisi. Selain itu dalam Perpol Pamswakarsa tidak diatur sanksi atau larangan penggunaan seragam Satpam di luar wilayah dinasnya, hal mana dikhawatirkan dapat terjadinya penyalahgunaan penggunaan seragam Satpam apalagi apabila Satpam tersebut menggunakan rompi sehingga masyarakat awam tidak dapat membedakan apakah yang bersangkutan adalah polisi atau Satpam.

Demikian pula perlu dilakukan inspeksi secara berkala oleh Binmas Polri bersama dengan Asosasi Badan Usaha Jasa Pengamanan(ABUJAPI)/Asosiasi Profesi Satpam Indonesia (APSI) terhadap penggunaan seragam Satpam yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Perpol Pamswakarsa. Selain itu perlu juga dilakukan tindakan atau penegakan hukum yang tegas terhadap pihak yang bukan Satpam namun menggunakan seragam Satpam.

Catatan kelima, dalam Perpol Pamswakarsa menyebutkan bahwa Pamswakarsa harus dikukuhkan oleh Polri baik Satpam, Satkamling dan juga Pamswakarsa yang berasal pranata sosial/kearifan lokal. Mengenai perlunya pengukuhan Pamswakarsa oleh Polri juga diuraikan dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1c) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 3 ayat (4) Perpol Pamswakarsa telah memberikan ‘peluang’ bahwa terdapat Pamswakarsa lain di luar Satpam dan Satkamling yang berasal dari pranata sosial/kearifan lokal, mengingat redaksionalnya menggunakan frasa yang bersifat terbuka yaitu ‘dapat berupa’. Sehingga ke depan selain pecalang di Bali dimungkinkan adanya Pamswakarsa lainnya yang berasal dari kearifan lokal di wilayah lain. Terkait hal ini, seyogianya terdapat kriteria/persyaratan yang rinci/jelas terhadap Pamswakarsa yang berasal dari pranata sosial/kearifan lokal sehingga tidak membuka peluang terjadinya perbedaan tafsir atas redaksional frasa yang bersifat terbuka tersebut.

Tags:

Berita Terkait