Begini Alasan Pemerintah Belum Membuka Draf RKUHP Terbaru
Terbaru

Begini Alasan Pemerintah Belum Membuka Draf RKUHP Terbaru

Tim Penyusun Pemerintah masih meneliti dan mengkaji ulang draf RKUHP, termasuk kemungkinan adanya typo. Setelah rampung, pemerintah bakal segera menyerahkan draf terbaru ke DPR dan dibuka ke publik.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej saat berdiskusi dengan Aliansi Nasional Reformasi KUHP di Jakarta, Kamis (23/6/2022). Foto: RFQ
Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej saat berdiskusi dengan Aliansi Nasional Reformasi KUHP di Jakarta, Kamis (23/6/2022). Foto: RFQ

Desakan berbagai elemen masyarakat sipil agar pemerintah membuka draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mendapat respons dari pemerintah. Pemerintah beralasan belum dibukanya draf RKUHP yang terbaru kepada publik lantaran ada proses yang harus dihormati.  

“Bukannya kami tidak mau membuka draf RKUHP terbaru ke publik. Tapi ini ada proses yang harus kita hormati bersama,” ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej saat berdiskusi dengan Aliansi Nasional Reformasi KUHP di Jakarta, Kamis (23/6/2022) kemarin.

Dia mengaku saat memimpin tim pemerintah dalam pembahasan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual hamper setiap hari malam “diteror” permintaan draf RUU TPKS. Padahal semua pihak paham, sebelum pemerintah secara resmi menyerahkan draf ke DPR belum dapat dibuka ke publik. Sama halnya dengan draf RKUHP terbaru pun diterapkan hal yang sama.

“Sampai hari ini, Tim Pemerintah masih membaca ulang, kita tidak mau apa yang pernah terjadi dalam pembahasan RUU Cipta Kerja itu terulang. Malu, ini ada puluhan guru besar hukum pidana, lalu tidak membaca secara teliti, malu kita,” ujarnya.

Baca Juga:

Atas dasar itu, Tim Perumus dan Penyusun RKUHP dari pemerintah masih membaca ulang secara teliti terhadap draf RKUHP terbaru sebelum diserahkan ke DPR. Dia khawatir bila masih terdapat kekurangan dari aspek redaksional dan materi muatan diserahkan ke DPR, malah berujung cibiran dari publik.

“Kita pemerintah maju kena, mundur kena. Saya paham dari (posisi, red) pemerintah, bertindak benar saja salah, apalagi salah. Jadi mohon bersabar, bukan kita tidak mau membuka ke publik,” tegasnya.

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) itu melanjutkan RKUHP di parlemen berstatus carry over. Sama halnya dengan RUU Bea Materai dan RUU Mineral dan Batubara (Minerba), namun perlakuan terhadap RKUHP agak berbeda. Ketiga RUU itu pada 2019 pernah diambil keputusan di tingkat pertama. “Boleh dibilang, pembahasan ketiga RUU di DPR periode 2014-2019 telah usai, tapi akibat diprotes banyak kalangan, status ketiga RUU akhirnya dipending.”

Namun, RUU Bea Materai dan RUU Minerba di periode DPR 2019-2024 cenderung lebih cepat untuk disahkan menjadi UU. Tapi RKUHP, masih membutuhkan banyak perbaikan berdasarkan penilaian publik. Pemerintah dan DPR bersepakat agar RKUHP dilakukan sosialisasi dan menyerap masukan kembali dari berbagai pemangku kepentingan.

“Tetapi kita bukan hidup di ruang hampa dan kosong, kita sadar betul ketika (RKUHP) ditarik menimbulkan kontroversi di masyarakat, paling tidak ada 14 isu,” ujarnya.

Menurutnya, berdasarkan kesepakatan pemerintah dan DPR terdapat 14 isu krusial yang disosialisasikan ke 12 tempat sebagai bagian roadshow menyerap masukan. Periode penyerapan masukan dimulai sejak 25 Februari 2021 di Medan hingga 14 Juni 2021 di Jakarta. Kegiatan tersebut menjadi argumentasi untuk menampik tudingan publik bahwa pemerintah seolah tak mendengarkan masukan masyarakat.

Dia melanjutkan dalam proses sosialisasi 14 isu krusial, tim pemerintah cenderung banyak mendengar masukan. Hasilnya, masukan tersebut digunakan sebagai instrumen merevisi dan menyempurnakan draf RKUHP versi 2019. Dia optimis semua pihak memiliki tujuan sama dalam menyempurnakan KUHP yang berlaku saat ini. Namun demikian, ia menegaskan tak semua saran dan masukan publik dapat diakomodir.

“Bukannya kami memaksakan kehendak atau sewenang-wenang. Toh nanti ada MK sebagai the guardian of the constitution. Kalau tidak setuju, silakan diuji ke MK, nantinya pemerintah akan patuh terhadap putusan MK.”

Sebelumnya, Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang terdiri dari sejumlah elemen masyarakat sipil telah melayangkan surat terbuka kepada pemerintah dan DPR. Ketua YLBHI Muhammad Isnur, mengatakan sejak penundaan pada 2019 hingga pertengahan Mei 2022 tidak ada naskah terbaru RKUHP yang dibuka ke publik. Sampai 25 Mei 2022 pemerintah dan DPR kembali membahas draf RKUHP dengan menginformasikan matriks berisi 14 isu krusial RUU KUHP tanpa membuka draf terbaru RKUHP secara keseluruhan.

“Oleh karena itu, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyerukan kepada pemerintah untuk membuka draft terbaru RKUHP kepada publik,” kata Isnur ketika dikonfirmasi Rabu (10/6/2022) lalu.

Dalam surat terbuka itu, Aliansi mencatat berdasarkan draft RKUHP per September 2019 masih banyak catatan kritis yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial. Untuk itu, Aliansi menyerukan kepada pemerintah dan DPR agar tidak langsung mengesahkan RKUHP karena publik berhak memastikan perubahan substansi tersebut.

“Sebagaimana seruan Aliansi Nasional Reformasi KUHP sebelumnya, kami menekankan proses penyusunan RKUHP harus dilakukan secara transparan dan inklusif sebelum pengesahan Rancangan KUHP menjadi undang-undang,” begitu bunyi sebagian kutipan surat terbuka tersebut.

Menurut Aliansi, pembahasan substansial RKUHP terdapat 24 poin masalah dalam DIM yang pernah Aliansi kirimkan dari draft RKUHP versi September 2019, bukan hanya terbatas pada 14 poin isu krusial berdasarkan versi pemerintah. Pemerintah dan DPR berkewajiban untuk menjamin setiap penyusunan peraturan dan kebijakan publik dilakukan secara transparan, khususnya RKUHP yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas.

“Alasan tidak membuka draft RKUHP terbaru untuk menghindari polemik publik bertentangan prinsip demokrasi yang dianut bangsa Indonesia,” ujar Aliansi.

Tags:

Berita Terkait