Begini Kronologis Mensos Juliari Minta Fee Rp10 Ribu Paket Sembako Bansos
Utama

Begini Kronologis Mensos Juliari Minta Fee Rp10 Ribu Paket Sembako Bansos

Ada pihak perantara yang meminta fee Rp30 ribu per paket bansos.

Aji Prasetyo
Bacaan 6 Menit
Mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara. Foto: RES
Mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara. Foto: RES

Sidang perdana perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap kepada Juliari Peter Batubara yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Sosial sudah bergulir. Harry Van Sidabukke, seorang pengusaha menjadi orang pertama yang diseret ke meja hijau untuk mendengarkan surat dakwaan yang disampaikan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.

Pada proses penyidikan, diketahui Juliari meminta fee sebesar Rp10 ribu dari setiap paket sembako bantuan sosial (bansos) kepada para vendor. Dan disini penuntut umum menguraikan bagaiman proses tersebut dilakukan dan uang fee diberikan oleh pengusaha dalam hal ini Harry Van Sidabukke yang didakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi hadiah atau janji yaitu memberi uang seluruhnya Rp1,28 miliar.

Mulanya, pada Pada awal bulan April 2020 Harry mendapatkan informasi bahwa ada pekerjaan bantuan sosial sembako dalam penanganan dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Kementerian Sosial Tahun 2020. Atas informasi tersebut, ia menemui Pepen Nazaruddin selaku Dirjen Perlindungan Jaminan Sosial Kementerian Sosial dan Mokhamad O Royani selaku Sesditjen untuk menanyakan terkait proyek tersebut.

Atas arahan Royani, ia berkoordinasi dengan Rizki Maulana guna mengajukan penawaran pekerjaan tersebut dengan menggunakan PT Mandala Hamonangan Sude, namun tidak memenuhi kualifikasi. (Baca Juga: “Fee Lawyer” Hotma Sitompul di Kasus Bansos Ditelisik KPK)

Selanjutnya atas saran Achmad Gamaluddin Moeksin Alias Agam, Harry menemui Lalan Sukmaya selaku Direktur Operasional PT Pertani (Persero) yang telah ditunjuk pada tanggal 15 April 2020 sebagai salah satu penyedia barang dalam pengadaan Bantuan Sosial Sembako Penanganan COVID-19 untuk menjadi supplier bagi perusahaan itu.  Setelah bertemu, Lalan menyetujuinya dengan kesepakatan bahwa biaya-biaya untuk operasional dalam hal apapun dengan pihak luar akan menjadi tanggung jawab Harry.

Selanjutnya sebagai perwakilan PT Pertani (Persero), Harry menghadap Victorius Saut Hamonangan Siahaan selaku Kasubdit Penanganan Bencana Sosial & Politik pada Direktorat PSKBS Kementerian Sosial dan PPK Reguler Direktorat PSKBS) untuk memaparkan spek barang, jenis, jumlah, kesiapan gudang.

Diketahui, pagu anggaran Pengadaan Bantuan Sosial Sembako Penanganan COVID-19 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi pada Kementerian Sosial Tahun 2020 adalah bersumber dari APBN Tahun 2020 dengan nilai sebesar Rp6,84 triliun. Adapun pelaksanaannya dibagi dalam 12 tahap yakni sejak bulan April 2020 s/d November 2020 dengan jumlah setiap tahapnya adalah sebanyak 1.900.000 paket sembako, sehingga seluruh tahap berjumlah 22,8 juta paket sembako.

Potong Rp10 ribu

Pada tanggal 14 Mei 2020, berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 64/HUK/2020 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Sosial Nomor: 165/HUK/2019 tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Kantor Pusat Kementerian Sosial Tahun 2020, Adi Wahyono ditunjuk menjadi Kuasa Pengguna Anggaran. Setelahnya, Juliari mengarahkan Adi dan Matheus untuk menarik/mengumpulkan uang komitmen fee sebesar Rp10 ribu per paket dan juga uang fee operasional dari penyedia bantuan sosial sembako.

Pada tahap 1, PT Pertani (Persero) mendapatkan kuota paket Bantuan Sosial Sembako Penanganan COVID-19 sebanyak 90.366 paket, sehingga pada sekitar pertengahan bulan Mei 2020, bertempat di ruang Unit Layanan Pengadaan Kementerian Sosial, Jalan Salemba Raya No. 28, Jakarta Pusat, Harry memberikan uang fee operasional dalam bentuk dolar Singapura kurang lebih senilai Rp100 juta kepada Matheus.

Pada tahap 3, PT Pertani (Persero) kembali mendapatkan kuota paket Bantuan Sosial Sembako Penanganan COVID-19 sebanyak 80.177 paket serta paket komunitas sebanyak 50.000 paket. Sementara Khusus tahap 2 yaitu sekitar pertengahan bulan Mei 2020, pekerjaan bantuan sosial sembako untuk Jabodetabek dilaksanakan oleh Perusahaan Umum (Perum) BULOG dengan masing-masing paket sebanyak 25 kg beras.

“Pada akhir bulan Mei 2020, Juliari Peter Batubara kembali meminta Adi Wahyono agar memungut uang fee sebesar Rp10 ribu per paket. Atas permintaan tersebut, Adi Wahyono kembali menyampaikannya kepada Matheus Joko Santoso. Sehingga Matheus Joko Santoso mengingatkan Terdakwa untuk memberikan uang fee operasional. Selanjutnya Terdakwa memberikan uang fee operasional dalam bentuk dolar Singapura kurang lebih senilai Rp100 juta kepada Matheus Joko Santoso,” jelas penuntut.

Pemberian fee pun terus dilanjutkan hingga pengadaan paket sembako tahap 12. “Setelah periode 1 yaitu tahap 1 s/d tahap 6 selesai dilaksanakan, bahwa atas penerimaan uang-uang tersebut Matheus Joko Santoso melakukan pencatatan lalu melaporkannya kepada Adi Wahyono, selanjutnya pencatatan tersebut dilaporkan kepada Juliari Peter Batubara,” terang penuntut.

Perbuatan Harry memberikan uang fee operasional yang seluruhnya sebesar Rp1,28 miliar kepada Juliari, Adi dan Matheus karena penunjukannya melalui PT Pertani (Persero) sebagai penyedia Bantuan Sosial Sembako Dalam Rangka Penanganan COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial Tahun 2020 tahap 1, tahap 3, tahap komunitas, tahap 5 sampai dengan tahap 12 dan melalui PT Mandala Hamonangan Sude untuk tahap 7 sampai dengan tahap 12 seluruhnya sebanyak 1.519.256 paket, yang bertentangan dengan kewajiban mereka sebagai penyelenggara negara.

Atas perbuatannya tersebut, Harry didakwa Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

“Sunat” Rp30 ribu

Di sidang secara terpisah, Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja juga didakwa menyuap Juliari senilai Rp1,95 miliar terkait penunjukkan perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19. Selain menyuap Juliari, Harry juga didakwa menyuap dua anak buah Juliari yaitu Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kemensos tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos bulan Oktober-Desember 2020 dan Matheus Joko Santoso selaku PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos bulan April-Oktober 2020.

“Uang tersebut diberikan terkait dengan penunjukan terdakwa melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket. Selanjutnya Juliari Peter Batubara mengarahkan Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso untuk mengumpulkan uang komitmen 'fee' sebesar Rp10 ribu per paket dan juga 'fee' operasional dari penyedia bantuan sosial sembako. Perintah Juliari tersebut dilaporkan oleh Adi Wahyono kepada Pepen Nazaruddin dan Hartono,” ujar penuntut.

Menjelang penyaluran sembako tahap 7 yaitu pada Juli 2020, Juliari bertemu dengan Adi Wahyono, Matheus dan Kukuh untuk membagi kuota 1,9 juta paket antara lain 300.000 dikelola Adi Wahyono dan Matheus Joko untuk kepentingan Bina Lingkungan yaitu dibagi-bagi kepada pihak Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, dan para pejabat lainnya baik di lingkungan Kementerian Sosial maupun pada kementerian dan lembaga lain yang sebagian dari paket tersebut dikerjakan Ardian.

Pada Agustus 2020, Ardian dan istrinya bernama Indah Budhi Safitri bertemu dengan Helmi Rivai dan Nuzulia Hamzah Nasution dan meminta agar dipersiapkan "company profile" PT Tigapilar Agro Utama dan persyaratan lain untuk disampaikan melalui Isro Budi Nauli Batubara. Nuzulia diketahui telah bertemu dengan Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin terkait penunjukan perusahaan penyalur sembako.

Nuzulia juga menyampaikan ada "fee" bila PT Tigapilar ditunjuk sebagai penyedia bansos, atas permintaan tersebut, Ardian menyanggupinya. Pada 14 September 2020, PT Tigapilar dinyatakan sebagai penyedia sembako tahap 9 dan mendapat paket sebanyak 20.000 paket sembako. Nuzulia lalu meminta "fee" sebesar Rp30.000 per paket dengan pembagian tugas Nuzulia melakukan koordinasi dengan Kemensos termasuk pembayaran tagihan sedangkan pelaksanaan bansos adalah tugas Ardian.

Pada September 2020 di kantor PT Tigapilar, Nuzulia dan Helmi Rivai meminta "fee" sebesar Rp600 juta kepada Ardian dan juga uang operasional sebesar Rp40 juta dan mobil operasional. Ardian lalu memberikan uang komitmen “fee” sebesar Rp600 juta kepada Kemensos melalui Nuzulia Hamzah Nausiton yaitu pada 16 September 2020 sebesar Rp300 juta, pada 17 September 2020 sebesar Rp100 juta, pada 21 September 2020 sebesar Rp100 juta dan pada 22 September 2020 sebesar Rp100 juta.

Nuzulia pada 14 Oktober 2020 mentransfer uang Rp200 juta kepada Ardian dan meminta agar Ardian menambahkan uang sebesar Rp600 juta sehingga seluruhnya berjumlah Rp800 juta diberikan kepada Matheus Joko Santoso.Kemudian pada 15 Oktober 2020, Ardian memberikan "fee" Rp800 juta kepada Matheus di kantor Kemensos.

Pada tahap 10, PT Tigapilar Agro Utama ditunjuk sebagai penyedia sembako bansos sebanyak 50.000 paket. Ardian lalu memberikan "fee" sebesar Rp800 juta kepada Kemensos melalui Nuzulia. Pada 17 Oktober 2020, Ardian kembali memberikan uang komitmen "fee" melalui Nuzulia sebesar Rp50 juta melalui transfer.

Nuzulia mengembalikan uang "fee" yang pernah ia terima dari Ardian sebesar Rp350 juta lalu Ardian memberikan uang Rp350 juta itu kepada Matheus Joko Santoso di Coffee Shop Hotel Grand Orchardz. Pada 6 November 2020, Ardian kembali memberikan uang sesar Rp80 juta kepada Nuzulia, kemudian pada 7 November 2020 Ardian memberikan "fee" sebesar Rp150 juta melalui Nuzulia melalui transfer, selanjuatnya pada 9 November 2020 Ardian memberikan Rp75 juta melalui Nuzulia.

Pada tahap 11, PT Tigapilar Agro Utama mendapat jatah 20.000 paket sehingga Ardian memberikan "fee" sebesar Rp700 juta pada 10 November 2020 melalui Nzulia. Pada 11 November 2020, Ardian masih memberikan "fee" sebesar Rp195 juta melalui Nuzulia dan pada 25 November 2020 Ardian pun memberikan "fee" Rp150 juta melalui Nuzulia. Pada tahap 12, PT Tigapilar Agro Utama mendapat sebanyak 25.000 paket. Nuzulia lalu menyerahkan Rp800 juta kepada Matheus Joko Santoso setelah tahap 12 selesai.

Atas perbuatannya, Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Tags:

Berita Terkait