Begini Rekomendasi Hasil Panel HTN dalam Konferensi Nasional APHTN-HAN 2022
Terbaru

Begini Rekomendasi Hasil Panel HTN dalam Konferensi Nasional APHTN-HAN 2022

Rekomendasi tersebut lahir dari hasil Panel 1, 2, dan 3 yang masing-masing membahas antara lain mengenai Penataan Legislasi dan Peraturan Kebijakan; Pokok-pokok Haluan Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia; dan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Ketua Umum APHTN HAN Prof. M Guntur Hamzah saat Rakernas APHTN HAN Tahun 2022 di Bali. Foto: RES
Ketua Umum APHTN HAN Prof. M Guntur Hamzah saat Rakernas APHTN HAN Tahun 2022 di Bali. Foto: RES

Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) telah usai menyelenggarakan Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (KNAPHTN-HAN) 2022 di Badung, Bali pada tanggal 19-21 Mei 2022. Konferensi tersebut mengusung tema “Dinamika Negara Hukum Demokratis Pasca Perubahan UUD 1945” sebagai respon dan refleksi dari telah berjalannya 20 tahun kehidupan ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945 hasil perubahan.

“Pada KNAPHTN-HAN ini, di satu sisi, ingin mendapatkan gambaran dan pandangan dari aktor-aktor demokrasi ketatanegaraan dari berbagai cabang kekuasaan. Pada sisi lain, ingin memfasilitasi kehadiran pemikiran-pemikiran kontributif dari para pengajar HTN-HAN dari berbagai kampus di seluruh Indonesia,” ujar Ketua Umum APHTN-HAN Guntur Hamzah, Sabtu (21/5/2022) kemarin.

Untuk itu, APHTN-HAN menghadirkan ruang diskusi yang disebar ke dalam 5 tema utama. Antara lain Penataan Legislasi dan Peraturan Kebijakan; Pokok-pokok Haluan Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia; Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah; Perkembangan Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara; dan Perizinan Pasca UU Cipta Kerja. Setelah pemaparan dan diskusi antar peserta Konferensi yang dibagi dalam 5 Panel yang terdiri atas 3 Panel HTN dan 2 Panel HAN tersebut, lahir sejumlah hasil rekomendasi.

Baca juga:

Terdapat 7 rekomendasi yang dihasilkan dari Panel 1 Hukum Tata Negara (HTN) dengan pembahasan perihal Penataan Legislasi dan Peraturan Kebijakan. Pertama, secara resmi mengadopsi program peraturan perundang-undangan di tingkat politik negara melalui ditetapkannya tujuan dan kerangka jelas untuk implementasinya dengan satu dokumen pedoman bersama. Kedua, membentuk kementerian atau lembaga khusus yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Ketiga, memperbaiki proses perencanaan pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan mengadakan praktik penilaian dampak usulan rancangan dan kewenangan kuat kepada satu lembaga yang bertanggung jawab dalam proses perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan. Keempat, realisasi konsep meaningful participation atau partisipasi bermakna yaitu hak untuk didengar, dipertimbangkan pendapatnya, dan mendapat penjelasan.

Kelima, diwajibkannya harmonisasi semua peraturan perundang-undangan di UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Keenam, mewajibkan penilaian dampak dan evaluasi rutin dan sistematis terhadap peraturan perundang-undangan. Ketujuh, mengatur peraturan Kebijakan (beleidsregels) sebagai instrumen yuridis pemerintahan selain peraturan perundang-undangan serta memperjelas mekanisme Uji Materiil Peraturan Kebijakan.

Selanjutnya dalam Panel 2 Hukum Tata Negara yang membahas mengenai Pokok Haluan Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, menghasilkan 4 rekomendasi. Pertama, menjadikan haluan negara yang amat terkait dengan arah pembangunan jangka panjang sebagai acuan semua cabang kekuasaan negara dalam merumuskan program-programnya. Kedua, dalam diskusi mengerucut 3 pilihan bentuk hukum untuk mewadahi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yakni UUD 1945, TAP MPR, dan undang-undang.

Ketiga, dibentuknya Haluan Negara patut selaras dengan perubahan ketatanegaraan yang telah terjadi dewasa ini. Keempat, guna memastikan kesinambungan serta komprehensif, maka perlu melibatkan lembaga demokratis lainnya dalam penyusunan PPHN. Termasuk DPD juga perlu dilibatkan untuk mengakomodasi kepentingan daerah.

Sedangkan Panel 3 HTN menghasilkan 9 rekomendasi. Pertama, dengan lembaga yang memiliki kewenangan menuntaskan sengketa Pemilu dan Pilkada dirasa terlampau banyak, mereka menilai perlu diadakan transformasi penyederhanaan Electoral Justice System (EJS) melalui inisiasi pembentukan pengadilan khusus Pemilu. Kedua, perluasan kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa Pemilu dan Pilkada perlu dipertimbangkan. Ketiga, perluasan pengaturan pembatasan dan larangan kampanye bagi para penyelenggara yang berstatus non-ASN. Disamping perlu adanya pengaturan yang lebih jelas dan tegas terkait regulasi pelaporan dana kampanye beserta penjatuhan sanksinya.

Keempat, gagasan penundaan Pemilu dengan tujuan hanya untuk memperpanjang masa jabatan Presiden bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan konstitusionalisme. Kelima, perlu dilakukan pengkajian ulang terkait desain pemisahan pemilu nasional dan lokal yang menempatkan pemilihan anggota DPRD bersamaan dengan pemilihan kepala daerah serta tindak lanjut putusan MK tentang konstitusionalitas presidential threshold dalam rangka memperkuat kelembagaan presidensial dan pemerintahan daerah.

Keenam, aturan lebih jelas tentang rekrutmen politik oleh partai politik dan tidak menyerahkan mekanisme sepenuhnya kepada partai politik perlu dilakukan. Ketujuh, diperlukan pengaturan yang tegas mengenai batas waktu pengisian kekosongan masa jabatan wakil kepala daerah. Kedelapan, perlu untuk mempertimbangkan penyelesaian sengketa yang telah dilakukan di luar hukum secara adat dan kekeluargaan dalam penegakkan hukum Pemilu dan Pilkada. Kesembilan, penting untuk pemerintah membuat peraturan yang ajeg perihal penyelenggaraan Pilkada dengan memperhatikan kebutuhan daerah dan penyelenggaraan Pilkada asimetris.

“Demikian pokok-pokok pikiran dan rekomendasi dari KNAPHTN-HAN Tahun 2022. Semoga dapat menjadi kontribusi pemikiran dan solusi kebijakan yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan dan penataan hukum kenegaraan maupun hukum administrasi negara dalam rangka terus mengimplementasikan, menjaga dan merawat tegaknya demokrasi konstitusional di Indonesia,” tutup Guntur.

Tags:

Berita Terkait