Bila Tak Puas, Presiden Persilakan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK
Berita

Bila Tak Puas, Presiden Persilakan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK

Presiden Jokowi juga menyampaikan sejumlah bantahan mulai penghapusan upah minimum, cuti, syarat amdal, hingga membantah komersialisasi pendidikan, aturan PHK sepihak, dan resentralisasi perizinan berusaha.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan pihak manapun untuk mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) bagi yang tidak puas atas Undang-Undang Cipta Kerja. “Jika masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja ini silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui MK,” kata Presiden Jokowi dalam keterangan pers virtual yang ditayangkan di Youtube Sekretariat Presiden dari Istana Bogor, Jumat (9/10/2020).

Presiden menegaskan sistem ketatanegaraan di negeri ini memang menggariskan seperti itu. Jika masih ada yang merasa tidak puas dan menolak sebuah UU tersebut disarankan untuk melalui jalur uji materi ke MK. “Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan ke MK,” kata dia.

Dia mengaku telah memimpin rapat terbatas secara virtual pada Jumat (9/10) dengan jajarannya termasuk para menteri dan gubernur untuk membahas tentang UU Cipta Kerja yang menimbulkan polemik di masyarakat setelah disetujui. (Baca Juga: Presiden Minta Dukungan Terkait Omnibus Law)

Ia mencatat terdapat 11 klaster dalam UU Cipta Kerja ini yang secara umum bertujuan untuk mempercepat reformasi struktural dan transformasi ekonomi. Adapun klaster tersebut adalah penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; urusan pengadaan lahan; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM; urusan investasi dan proyek pemerintah; dan kawasan ekonomi.

Persetujuan RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna DPR, Senin (5/10/2020), mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, terutama dari kalangan serikat buruh. Selain menolak, tuntutan buruh meminta Presiden mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU “Sapu Jagat” ini. Alhasil, berbagai organisasi serikat pekerja didukung elemen masyarakat lain menggelar aksi nasional sejak Selasa-Kamis (6-8/10). Puncaknya, pada Kamis (8/10/) kemarin, aksi unjuk rasa digelar di Jakarta dan sejumlah daerah yang sebagian diwarnai aksi anarkis.        

Presiden melanjutkan aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) terkait UU Cipta Kerja ini akan diselesaikan paling lambat 3 bulan setelah diundangkan. "Jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat tiga bulan setelah diundangkan," kata Presiden Jokowi.

Ia menegaskan UU Cipta Kerja memerlukan banyak sekali PP dan Perpres. Untuk itu, ia membuka berbagai usulan dari seluruh lapisan masyarakat terkait penyusunan aturan turunan tersebut. "Kami terbuka usulan masyarakat dan terbuka dari daerah," ujarnya.

Dia menuturkan UU Cipta Kerja dibutuhkan setidaknya untuk tiga alasan. Pertama, untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas. Kedua, memberikan kemudahan berusaha bagi para pelaku UMKM. Ketiga, mendukung pemberantasan korupsi karena jelas dengan menyederhanakan, memotong, mengintegrasikan secara elektronik maka pungli dapat dihilangkan.

Sejumlah bantahan

Kepala Negara ini membantah sejumlah informasi yang dinilainya keliru persepsi dari UU Cipta Kerja ini, sehingga menimbulkan unjuk rasa luas di kalangan masyarakat. Hal ini dilatarbelakangi disinformasi mengenai UU ini dan hoaks di media sosial. “Saya ambil contoh ada yang menyebut penghapusan UMP, UMK, UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi), cuti, PHK sepihak, hapus syarat amdal, hal ini tidak benar karena semuanya tetap ada," bantahnya.

Dia meyakini UU Cipta Kerja justru akan memperbaiki penghidupan para pekerja dan keluarganya. Presiden menjelaskan salah satu alasan disusunnya UU ini adalah banyaknya jumlah kebutuhan kerja bagi masyarakat Indonesia. Setiap tahun, terdapat 2,9 juta penduduk usia kerja baru, atau generasi muda yang siap masuk ke pasar kerja.

Jumlah kebutuhan lapangan kerja juga semakin meningkat karena di tengah pandemi Covid-19 ini banyak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Apalagi di tengah pandemi terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak Covid-19. Sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, dimana 39 persennya berpendidikan sekolah dasar, sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya.

“Jadi UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja dan pengangguran,” tegas Presiden. (Baca Juga: Disahkan, Ini Poin Penting dalam UU Cipta Kerja)

Ditegaskannya, izin melalui pemenuhan syarat analisis dampak lingkungan (Amdal) tetap diatur dalam UU Cipta Kerja. Industri harus mengikuti ketentuan izin Amdal untuk mempertimbangkan dampak dari usaha. "Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya Amdal. Itu juga tidak benar," ujar Presiden.

Dia mengatakan industri besar harus melakukan kajian Amdal secara ketat. Sedangkan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pemerintah lebih memberikan pendampingan dan pengawasan. "Tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.”

Ia pun membantah adanya komersialisasi pendidikan dan perizinan pendirian pondok pesantren. "Ada juga berita UU Cipta Kerja ini mendorong komersialisasi pendidikan, ini juga tidak benar, karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di kawasan ekonomi khusus (KEK). Sedangkan perizinan pendidikan tidak diatur dalam UU Cipta Kerja ini, apalagi perizinan di pondok pesantren tidak diatur sama sekali dalam UU Cipta Kerja dan aturannya."

Jokowi juga menekankan pentingnya keberadaan bank tanah yang diatur dalam UU Cipta Kerja untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan lahan dan tanah. “Diberitakan keberadaan bank tanah, bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial,” kata Presiden.

Ia menegaskan keberadaan bank tanah untuk kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, dan ekonomi konsolidasi lahan. Di satu sisi juga terkait reforma agraria yang sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap lahan. “Kita selama ini kita tidak memiliki bank tanah.”

Dalam kesempatan ini, Presiden juga menegaskan UU Cipta Kerja tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. "Saya tegaskan UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada," tegasnya.

Baginya, perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat. "Agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam PP atau peraturan pemerintah," jelasnya.

Selain itu, kewenangan perizinan untuk berusaha tetap berada di pemda, sehingga tidak ada perubahan. "Bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan di daerah diberikan batas waktu, yang penting di sini ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati.”

Tags:

Berita Terkait