Butuh Kesungguhan Rampungkan Pembahasan RUU
Berita

Butuh Kesungguhan Rampungkan Pembahasan RUU

Dibutuhkan pula komunikasi dan sinergi kegiatan yang ada di DPR dan pemerintah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Kiri ke kanan: Supratman Andi Agtas, Hendrawan Supratikno, Ujang Komarudin. Foto: RFQ
Kiri ke kanan: Supratman Andi Agtas, Hendrawan Supratikno, Ujang Komarudin. Foto: RFQ

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mentargetkan penyelesaian lima Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk disahkankan sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Namun, target penyelesaian pembahasan kelima RUU ini tidak hanya tergantung DPR, tetapi juga pemerintah. Persoalannnya, dalam pembahasan RUU kerap tidak dihadiri pihak pemerintah..

 

Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas mengingatkan target jangka pendek hingga Pemilu 2019 sebanyak lima RUU mesti diselesaikan. Apalagi, kelima RUU tersebut telah masuk dalam pembahasan tingkat pertama yang menyisakan sinkronisasi sejumlah pasal. “Target DPR sebagaimana diucapkan Ketua DPR Bambang Soesatyo dalam rapat paripurna, Senin kemarin bukan harapan yang muluk-muluk,” kata Supratman.

 

Padahal, Supratman mencatat dari 21 RUU yang dalam pembahasan tingkat pertama oleh komisi, panitia khusus, Baleg bersama dengan pemerintah hanya menyisakan sedikit poin krusial secara umum. Namun demikian, Supratman tak mempersoalkan bila nantinya hanya mampu merampungkan dua dari lima RUU yang diselesaikan sebelum Pilpres.

 

Kelima RUU itu yakni: Pertama, RUU tentang Perkelapasawitan. Kedua, RUU tentang Perubahan atas UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Ketiga, RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Keempat, RUU tentang Ekonomi Kreatif. Kelima, RUU tentang Pertanahan. Baca Juga: DPR Janji Rampungkan Lima RUU Ini Sebelum Pemilu

 

Supratman yang juga anggota Komisi VI DPR itu menilai dua RUU yang optmis dapat diselesaikan yakni RUU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha dan RUU tentang Perkelapasawitan. Sebab, kedua RUU tersebut sudah masuk tahap finalisasi. “Jadi tinggal masa penyempurnaan, redaksional, dan lain-lain. Substansi sudah tidak ada masalah. Kalau bisa dipercepat juga tergantung pemerintah dalam pembahasan RUU ini,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung DPR, Selasa (5/3/2019).

 

Politisi Partai Gerindra itu mengakui persoalan ketidakhadiran pemerintah membuat molornya target penyelesaian pembahasan sebuah RUU. “Jadi pemerintah yang malas hadir membahas RUU dan menurut saya baru periode pemerintahan kali ini, ini bukan karena saya oposisi, ini fakta saja saya ungkap,” ujarnya.

 

Dia memaparkan bila di era pemerintahan sebelumnya, Surat Presiden (Surpres) disampaikan ke DPR bersamaan dengan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Namun, saat ini beberapa RUU dengan terbit Surpres, terpisah dengan DIM RUU. Seperti RUU tentang pertembakauan, Revisi UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), RUU Masyarakat Hukum Adat. “Penyelesaian pembahasan RUU ini sebenarnya juga tergantung political will pemerintah,” ujarnya.

 

Dalam kasus pembahasan RUU ASN, kata dia, DPR sudah berulangkali mengundang pemerintah agar hadir untuk melakukan pembahasan bersama. Pemerintah dalam hal ini, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sayangnya, kedua menteri itu tak hadir. Padahal, kalau saja keduanya mau hadir, pembahasan RUU itu bakal lebih cepat dengan hanya merevisi dua pasal.

“Menurut saya ini soal political will, ada kesungguhan antara pemerintah bersama DPR untuk segera menyelesaikan semua RUU yang ditargetkan,” katanya.

 

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Baleg Hendrawan Supratikno menilai target penyelesaian lima RUU sebelum Pemilu beresiko bakal molor jika tidak ada kesepakatan yang kuat antara DPR dan pemerintah. Namun, bila terdapat political will yang kuat antara pemerintah dan DPR, bisa saja menyelesaikan melebihi 5 RUU. Seperti, RUU Larangan Minuman beralkohol dan RUU Pertembakauan yang mandeg pembahasannya akibat ketidakhadiran pemeritah. Apalagi, RUU Larangan Minuman Beralkohol hanya menyisakan judul yang belum disepakati kedua belah pihak dan pengaturan pengawasan.

 

“Jadi ini sekali lagi menyangkut komunikasi dan sinergi kegiatan yang ada di DPR dengan yang ada di pemerintah,” ujarnya.

 

Anggota Komisi XI DPR ini mengakui belum optimalnya pembahasan RUU Pertembakauan dan RUU Larangan Minuman Beralkohol. Ketua DPR pun pernah melayangkan surat ke pemerintah untuk menanyakan status kedua RUU tersebut. “Sampai hari ini ketika kita mengundang pemerintah menjadi leading sektor membahas kedua RUU itu dengan DPR, Kementerian Perdagangan seringkali tidak hadir dalam pertemuan,” ujarnya.

 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Riview, Ujang Komarudin justru optimis, DPR mampu mengejar target 5 RUU disahkan menjadi UU. Menurutnya, 5 RUU yang berjalan pembahasannya telah berproses lama. Apalagi tidak menyisakan pasal-pasal tertentu (krusial). “Bila yang rampung pembahasannya hanya 2 RUU tak mengapa. Terpenting, RUU yang dihasilkan berkualitas,” kata dia.

 

Namun, peran pemerintah dalam pembahasan RUU amat penting. Meski begitu, pemerintah pun tidak dapat dipaksa bila DPR berjalan sendiri melakukan pembahasan terhadap lima RUU tersebut. “Kami nggak mau pemerintah ogah-ogahan atau pemerintahnya nggak datang, ini persoalan. Itu dua-duanya harus komitmen antara legislatif dan eksekutif untuk menyelesaikan persoalan ini,” katanya.

Tags:

Berita Terkait