Catatan LBH Jakarta Terkait Kelemahan RUU Penanggulangan Bencana
Terbaru

Catatan LBH Jakarta Terkait Kelemahan RUU Penanggulangan Bencana

Praktiknya, pemerintah kerap menggunakan faktor alam sebagai penyebab utama banjir, saling lempar tanggung jawab, hingga minim sekali pelibatan masyarakat dari berbagai kelompok.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Citra melanjutkan sementara dalam RUU Penanggulangan Bencana menghasilkan persoalan yang tak jauh berbeda. Setidaknya, LBH Jakarta mencatat ada 15 kelemahan dalam pengaturan RUU Penanggulangan Bencana. Pertama, paradigma penanggulangan bencana yang masih hanya berfokus pada tanggap darurat. Padahal, semestinya penanggulangan dilakukan secara holistik, khususnya memastikan dapat dilakukannya pencegahan bencana.

Kedua, hak asasi manusia tidak menjadi dasar hukum RUU Penanggulangan Bencana. Ketiga, tidak tepatnya pengaturan rumusan norma pendefinisian banjir. Keempat, tidak berasaskan pemberdayaan masyarakat. Kelima,tidak memasukkan asas keadilan gender. Keenam, tidak inklusif bagi penyandang disabilitas. Ketujuh,kebutuhan masyarakat terdampak bencana sangat umum. Kedelapan, adanya ancaman penggusuran paksa.

Kesembilan, pemanduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan hanya tempelan semata. Kesepuluh, hal penting seperti kajian, penetapan status dan evaluasi tidak merata di setiap tingkat bencana. Kesebelas, potensi tumpang tindih kewenangan. Keduabelas, tidak ada mekanisme pengawasan. Ketigabelas, tidak menjamin keterbukaan informasi publik. Keempat belas, sarana prasarana: tidak memadai dan tidak ada revitalisasi. Kelima belas, pelibatan TNI-Polri menghidupkan kembali dwifungsi.

Citra berharap catatan kritis tersebut menjadi masukan dalam membangun dan memperbaiki perumusan norma dan ketentuan sebagai upaya dalam mencegah terjadinya bencana dan melindungi masyarakat dari ancaman bencana. “Khususnya banjir,” imbuhnya.

Ketua Manajemen Pengetahuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Siti Rahma Mary melanjutkan dalam situasi Indonesia di berbagai wilayah yang mengalami banyak bencana diperlukan peraturan perundang-undangan yang mampu mengatasi persoalan penanggulangan bencana. “Tapi tidak dengan draf RUU yang sekarang,” kata dia.

Dia mengatakan bila draf RUU Penanggulangan Bencana disahkan menjadi UU bakal percuma karena tidak memuat sejumlah hal penting yang dalam upaya mencegah dan melindungi korban bencana sebagaimana yang diutarakan LBH Jakarta. Seperti paradigma penanggulangan bencana yang masih berfokus pada tanggap darurat; ketidakadilan gender; pengawasan, hingga pelibatan TNI-Polri menghidupkan kembali dwifungsi. Termasuk soal pra sebelum dan sesudah terjadinya bencana menjadi rangkaian yang harus dilakukan pemerintah dalam rangka melindungi keselamatan masyarakat dan melindungi hak-haknya.

“Kita berharap seluruh masukan LBH Jakarta diterima pemerintah dan DPR.”

Tags:

Berita Terkait