Catatan May Day 2021, 11 Regulasi Ini Dinilai Rugikan Buruh
Utama

Catatan May Day 2021, 11 Regulasi Ini Dinilai Rugikan Buruh

Mulai dari pemotongan upah buruh, penundaan membayar THR, upah minimum diimbau tidak naik, upah padat karya, UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Sepuluh, PP No.37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. PP JKP ini dinilai melepaskan tanggung jawab perusahaan atas kompensasi PHK. Sebelas, PP No.64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas PP No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid ini mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang secara umum semakin membebani buruh dan masyarakat.

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, mengatakan peringatan Mayday tahun ini sama seperti tahun 2020 yakni masih dalam suasana pandemi Covid-19. Sebagaimana biasanya, buruh merayakan Mayday sebagai momentum untuk memperjuangkan hak-hak buruh dan keluarganya. Pandemi Covid-19 semakin memukul kesejahteraan buruh yang terus menurun. Kesejahteraan buruh berpotensi semakin parah karena pemerintah telah menerbitkan UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya.

Timboel menyoroti PP No34 Tahun 2021 yang memberi kemudahan bagi tenaga kerja asing (TKA) untuk masuk dan bekerja di Indonesia. Alih teknologi sebagaimana mandat UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tak bisa terwujud. Selain itu, PP No.35 Tahun 2021 mendorong lebih banyak buruh berstatus PKWT baik melalui kontrak langsung ataupun alih daya.

Kompensasi PHK pun jumlahnya turun dan akan menambah sulit buruh yang mengalami PHK. Program JKP yang diatur PP No.37 Tahun 2021 berpotensi tidak dapat diperoleh buruh PKWT yang berakhir masa kerjanya, padahal mereka juga membayar iuran. “Rumitnya persyaratan JKP akan membuat program ini hanya menjadi etalase (pemanis, red) UU Cipta Kerja,” katanya.

Tak hanya itu, PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan bukti nyata lepasnya tanggung jawab negara atas upah minimum. Rumus yang digunakan untuk menentukan upah minimum menggunakan mekanisme pasar, seperti halnya dalam menentukan upah buruh. Rumus yang digunakan berpeluang membuat upah minimum tidak naik dan nilainya tergerus inflasi. “Daya beli buruh dan keluarganya akan semakin turun,” bebernya.

Dia melihat pemerintah juga tidak memberi perhatian terhadap pekerja informal, sehingga mereka kesulitan mendapat bantuan, seperti subsidi upah, kartu Prakerja, JKP, dan tidak mendapat perlindungan program Jaminan Sosial. Pemerintah seharusnya memberi perahtian khusus kepada seluruh buruh baik formal maupun informal. APBN dan APBD seharusnya perlu dialokasikan untuk mendukung daya beli buruh, mendukung produktivitas dengan menggelar pelatihan vokasional, serta menegakan hukum ketenagakerjaan.

Timboel berharap pemerintah, terutama Presiden Jokowi untuk tidak memandang May Day sebagai seremonial, tapi bagaimana membenahi persoalan di sektor ketenagakerjaan. Setiap May Day kalangan buruh selalu mengusung persoalan ketenagakerjaan, tapi tidak pernah diperhatikan pemerintah. Timboel mendorong kalangan buruh untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka dan keluarganya. “Perjuangan jangan berhenti!”. 

Tags:

Berita Terkait