CEO Hukumonline Beberkan 3 Kunci Pengembangan Aplikasi Pengaduan Daring
Terbaru

CEO Hukumonline Beberkan 3 Kunci Pengembangan Aplikasi Pengaduan Daring

Pengembangan aplikasi pengaduan secara daring perlu mencermati antara lain kebutuhan pengguna (pelapor); mendapat respon pihak terkait; dan pelaporan diselesaikan sampai tuntas.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
CEO Hukumonline.com Arkka Dhiratara dalam diskusi bertema 'Infrastruktur dan Teknologi dalam Pengembangan Sistem Penanganan Aduan Daring' di Jakarta, Rabu (2/11/2022). Foto: ADY
CEO Hukumonline.com Arkka Dhiratara dalam diskusi bertema 'Infrastruktur dan Teknologi dalam Pengembangan Sistem Penanganan Aduan Daring' di Jakarta, Rabu (2/11/2022). Foto: ADY

Perkembangan teknologi mempermudah setiap kegiatan masyarakat, termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan. Teknologi informasi berpeluang untuk membantu pemerintah menerima pengaduan masyarakat, misalnya dengan membentuk aplikasi pengaduan masyarakat secara daring.

CEO Hukumonline.com, Arkka Dhiratara, membeberkan 3 kunci yang perlu diperhatikan dalam menangani pengaduan secara daring. Kesimpulan itu diperolehnya dari pengalaman menginisiasi terbentuknya aplikasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (Lapor!) yang dibangun sejak 2010.

Pertama, dalam mengembangkan aplikasi pengaduan masyarakat arahnya harus fokus pada kebutuhan pengguna (pelapor/pengadu) atau user center design. Secara umum, konsep ini banyak diterapkan di berbagai perusahaan teknologi, termasuk hukumonline.com. Dengan fokus pada pengguna, aplikasi ini akan memahami bagaimana kebiasaan pengguna dalam menggunakan aplikasi tersebut.

“Sistem yang harus dibuat dalam aplikasi pengaduan ini harus mengakomodir kebutuhan user (pengadu/pelapor,red),” kata Arkka dalam diskusi bertema “Infrastruktur dan Teknologi dalam Pengembangan Sistem Penanganan Aduan Daring” di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga:

Menurut Arkka, mekanisme pelaporan yang dibuat harus dibuat sederhana, sehingga memudahkan pengadu/pelapor dalam membuat pengaduan. Tapi perlu diperhatikan karena semakin mudah membuat laporan akan banyak laporan yang masuk, sehingga menjadi beban pengelola aplikasi. Memang tidak ada yang ideal bagaimana menyeimbangkan antara memberi kemudahan bagi pengadu untuk melapor dengan beban yang ditanggung pengelolanya. “Memang hal ini harus terus disempurnakan,” ujarnya.

Kedua, setelah pengguna mudah untuk melakukan pelaporan atau pengaduan, Arkka menekankan hal selanjutnya yang perlu diperhatikan yakni laporan tersebut harus mendapat respons. Sebelum aplikasi Lapor! diluncurkan, berbagai lembaga dan instansi sudah memiliki aplikasi pengaduan serupa. Karena itu, fungsi aplikasi Lapor! bukan sebagai pengganti dari aplikasi yang sudah ada, tapi melengkapi, sehingga aplikasi Lapor! siap melakukan integrasi dengan berbagai sistem yang ada.

“Pengaduan itu harus direspons oleh lembaga atau institusi yang memiliki kewenangan terkait,” ujar Arkka.

Ketiga, setelah mudah melapor dan mendapat respon pihak terkait, Arkka menyebut hal penting yang harus dilakukan berikutnya adalah menangani pengaduan/pelaporan itu sampai tuntas. Hal itu akan membuat aplikasi pengaduan/pelaporan yang digunakan menjadi akuntabel yang penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap aplikasi tersebut. Semua laporan yang masuk harus diselesaikan sampai tuntas.

“Pengembangan platform Lapor! berorientasi penuntasan terhadap laporan/pengaduan dan aspirasi yang dikirim,” lanjutnya.

Dalam menuntaskan laporan/pengaduan itu Arkka mengingatkan untuk membuat Service Level Agreement (SLA). Setiap laporan/pengaduan harus mendapat nomor pengaduan dan bisa dilacak bagaimana perkembangan penanganan aduan. Bahkan penting untuk diinformasikan kepada pengadu/pelapor tentang dinamika yang terjadi dalam penanganan pelaporan itu. Proses harus dilakukan secara transparan.

“Intinya pengadu/pelapor harus bisa melihat semua perkembangan terkait penanganan pengaduan atau pelaporan yang sudah disampaikan,” imbuhnya.

Integrated Marketing Manager Qlue, Fitto Priestaza, mengatakan masalah sosial dan pelayanan publik berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Urbanisasi yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan berbagai persoalan, seperti pertumbuhan penduduk, dan penggunaan lahan yang tak terkendali. Hal itu berdampak pada kualitas layanan yang diberikan pemerintah.

Aplikasi pengaduan seperti Qlue berperan membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan terhadap warga. Fitto menyebut Qlue dirintis sejak 2014 dan mulai digunakan tahun 2016 oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta. Qlue membantu pemerintah provinsi DKI Jakarta menangani pengaduan/pelaporan warga, misalnya banjir, jalan rusak, atau lampu penerangan jalan mati. Aplikasi pengaduan ini membantu pemerintah untuk mewujudkan smart city.

“Smart City tak hanya bicara soal teknologi saja, tapi penting leadership dari pemerintah dan kemauan pemerintah untuk menangani laporan atau masalah yang dihadapi warga,” papar Fitto.

Tags:

Berita Terkait