Dekan FH Unpar: KUHP Baru Lebih Buruk Ketimbang KUHP Kolonial Belanda
Utama

Dekan FH Unpar: KUHP Baru Lebih Buruk Ketimbang KUHP Kolonial Belanda

Dalam konteks demokrasi dan HAM, KUHP baru lebih buruk karena masuk dalam ruang privat warga negara. Diperkirakan terbitnya KUHP baru akan menimbulkan dampak serius ke depan antara lain nilai-nilai universal sudah tidak berlaku efektif lagi di Indonesia.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Bila KUHP baru disebut beberapa kalangan menjunjung tinggi moralitas, Liona berpendapat nilai moralitas itu bukan ranah hukum. Termasuk nilai-nilai agama, bukan ranah hukum publik. Menurutnya, baik atau buruk perilaku seseorang adalah urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhannya. “Kalau negara sudah mengatur hak pribadi warga negara itu sudah melanggar HAM,” tegasnya.

Hanya saja, menurut Liona, negara perlu menjamin kebebasan nilai-nilai atau norma yang hidup di masyarakat. Tapi hal tersebut berbeda dengan hukum pidana yang sanksinya jelas dan tegas. “Negara tidak perlu mengurusi sanksi untuk urusan pribadi ini,” lanjutnya.

Ia memperkirakan terbitnya KUHP baru akan menimbulkan dampak serius ke depan antara lain nilai-nilai universal sudah tidak berlaku efektif lagi di Indonesia. Masyarakat internasional yang akan datang ke Indonesia bakal berpikir ulang dan itu sudah terbukti banyak turis asing yang membatalkan kunjungannya ke Indonesia. Padahal, KUHP baru akan berlaku efektif 3 tahun lagi.

“Ini indikasi KUHP tidak sejalan dengan nilai-nilai universal. Negara harusnya tidak perlu ikut campur terhadap urusan pribadi warga negara,” imbuh Liona.

Sebelumya, Jaksa Agung RI Periode 1999-2001, Marzuki Darusman melihat kalangan masyarakat sipil menilai KUHP baru sangat membatasi dan menghambat penikmatan HAM di Indonesia. Misalnya, terkait ketentuan yang mengatur kebebasan berekspresi dan berpendapat, orientasi seksual pribadi, dan kebebasan beragama.

Menurut Marzuki, Terbitnya KUHP itu kontras dengan langkah pemerintah yang telah meratifikasi 9 konvensi HAM utama internasional. Dia melihat ada anomali dalam penyusunan KUHP baru antara lain mengatur pasal-pasal yang tadinya bukan tindak pidana sekarang menjadi tindak pidana. Dalam konteks HAM berbagai pasal itu bukan merupakan tindak pidana.

Dari penelusuran Hukumonline salah satu ketentuan yang sekarang menjadi delik pidana adalah Pasal 256 KUHP yang mengatur setiap orang tanpa pemberitahuan kepada pihak berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi diancam pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak kategori II. Padahal, dalam UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum tidak mengatur pidana terkait kewajiban pemberitahuan itu. Pasal 15 UU No.9 Tahun 1998 hanya menjatuhkan sanksi berupa pembubaran.

Tags:

Berita Terkait