Delegasi Peradilan Agama Indonesia Pelajari Hukum Keluarga Islam Qatar
Terbaru

Delegasi Peradilan Agama Indonesia Pelajari Hukum Keluarga Islam Qatar

Selain menerima materi-materi terkait hukum dan peradilan, peserta pelatihan mengunjungi sejumlah pengadilan dan lembaga terkait untuk melihat best practices pelayanan peradilan di Qatar.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit
Ketua Delegasi Diklat Peradilan Indonesia Dr. H. Candra Boy Seroza dan Wakil Ketua MA Qatar Syaikh Dr. Tsaqil Bin Sayer Bin Zaid Al-Syimri saat bertukar cindera mata. Foto: Istimewa
Ketua Delegasi Diklat Peradilan Indonesia Dr. H. Candra Boy Seroza dan Wakil Ketua MA Qatar Syaikh Dr. Tsaqil Bin Sayer Bin Zaid Al-Syimri saat bertukar cindera mata. Foto: Istimewa

Pada Kamis (4/5/2023) lalu, Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof. M. Syarifuddin telah menerima kunjungan sekaligus melepas 15 hakim peradilan agama yang mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) peradilan agama di Doha, Qatar pada 8-12 Mei 2023. Seluruh biaya perjalanan dan akomodasi selama diklat ditanggung seluruhnya oleh pihak Mahkamah Agung (the Supreme Judicial Council) Qatar.

Ke-15 hakim itu adalah H. Candra Boy Seroza (Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Ditjen Badilag); H. Amam Fakhrur (Hakim Tinggi Pusdiklat Teknis); Eko Nurahmat (Hakim Tinggi PTA Banjarmasin); Khoirul Anwar (Hakim Yustisial); Mardi Candra (Askor/Hakim Yustisial); M. Syapi'i (Hakim Yustisial); H. Abu Jahid DA (Ketua PA Soreang); Achmad Cholil (Ketua PA Cirebon); Saiful (Ketua PA  Rangkasbitung); Jamadi (Ketua PA Sampang); Abdul Halim MS (Ketua PA Salatiga); Noor Hasanuddin (Ketua PA Bontang); H. Armansyah (Hakim Yustisial); H. Edi Hudiata (Hakim Yustisial); dan H. Shofau Qalbi (Hakim Yustisial).

Mengutip laman Badan Peradilan Agama MA, kegiatan perdana Diklat Peradilan di Qatar, para peserta delegasi Peradilan Agama Indonesia bertandang ke ruang kerja Wakil Ketua Mahkamah Agung Negara Qatar (al-Majlis al-A’la li al-Qadha), Senin (8/5/2023). Kunjungan ini menandai pembukaan Pembukaan Diklat Peradilan Indonesia di negeri Petrodollar tersebut.

Wakil Ketua MA Qatar Syaikh Dr. Tsaqil bin Sayer bin Zaid Al-Syimri menyambut delegasi Peradilan Agama Indonesia di ruang kerjanya gedung Mahkamah Agung Qatar yang terletak di kawasan Lusail, Doha. Syaikh Dr. Tsaqil yang juga dikenal sebagai ulama kharismatik Qatar ini mengungkapkan kegembiraannya menerima tamu dari Indonesia.

Sebagai pemangku bidang urusan (semacam kamar) peradilan keluarga (da`irah mahkamah al-usrah) di Mahkamah Agung, Syaikh Dr. Tsaqil menyampaikan kuliah panjang lebar tentang praktik-praktik hukum keluarga Islam di negara yang tahun lalu menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 tersebut.

Syaikh yang juga tercatat sebagai anggota International Islamic Fiqh Academy (IIFA) ini menjabarkan saat ini hukum keluarga Islam di Qatar telah memasuki era baru dengan diterbitkannya UU No.22 Tahun 2006. Sebelum lahirnya UU No. 22 Tahun 2006, peradilan keluarga Qatar sangat kental dengan muatan fiqih Hanbali. Namun setelah UU No.22 Tahun 2006 ini lahir, hukum keluarga Qatar memasuki babak baru yang dilandasi pada 3 pilar.

Pertama, unifikasi (tauhid al-marja’iyyah), artinya rumusan-rumusan hukum yang ada dalam pandangan mazhab-mazhab fiqh disatukan dalam suatu kompilasi sentral yang menjadi rujukan para hakim. Dengan kata lain, hukum keluarga Qatar tidak lagi merujuk pada suatu mazhab tertentu, dan para hakim cukup merujuk pada UU yang sudah ada. 

Kedua, pengaturan pola ijtihad (rasm mabda’ al-ijtihad). Syaikh Dr.Tsaqil menjabarkan  sistem unifikasi pada dasarnya tidak menutup pintu ijtihad bagi hakim, hanya saja ijtihad tersebut diatur sedemikian rupa. Jika para hakim menghadapi perkara yang tidak ditemukan sumber hukumnya di UU Nomor 22 Tahun 2006, para hakim tetap diwajibkan untuk menggali rumusan-rumusan hukum yang dalam fiqih Hanbali.

Hal ini mengingat mayoritas penduduk Qatar menganut mazhab Hanbali. “Jika tidak ditemukan juga dalam fikih Hanbali, maka dicari sumbernya dari mazhab lain yang mu’tabar. Demikian juga ketika para hakim menyimpangi ketentuan yang ada dalam UU Nomor 22 Tahun 2006 ataupun fiqih Hanbali, hal ini tetap diperkenankan dengan ketentuan para hakim harus menjelaskan alasan kenapa ia melakukan contra legem tersebut.”

Ketiga, adaptasi adat dan kebiasaan (mura’ah al-‘urf). Syaikh Dr. Tsaqil menjabarkan UU Nomor 22 Tahun 2006 ini sangat akomodatif terhadap adat dan kebiasaan yang ada di tengah-tengah masyarakat Qatar, sehingga rumusan hukum dalam Undang-Undang ini tak jarang menyimpangi ketentuan yang ada dalam fiqih Hanbali.

Beliau mencontohkan adaptasi ‘urf ini pada kasus Hadhanah. Dalam fiqih Hanbali disebutkan yang paling berhak mengasuh anak ketika ibu tidak ada, para pihak perempuan dari keluarga ibu, seperti nenek (ibu dari ibu), bibi (saudara perempuan ibu) dan seterusnya. Namun, dalam tradisi masyarakat Qatar, jika seorang ibu tidak ada, maka yang mengasuh adalah ayah dari anak tersebut. “Nah, UU Nomor 22 Tahun 2006 ini mengakomodir kebiasaan tersebut dan tidak mengambil pendapat mazhab Hanbali,” jelas Syaikh.

Hukumonline.com

Delegasi Peradilan Agama Indonesia saat mengikuti kuliah yang disampaikan Wakil Ketua MA Qatar Syaikh Dr. Tsaqil.

Syaikh Dr. Tsaqil juga menjelaskan panjang lebar tentang perihal perceraian, hadhanah, nafkah istri dan anak, mulai dari teori dan praktik di tengah masyarakat (Qatar), hingga proses eksekusinya jika terjadi perkara di pengadilan. Kuliah yang disampaikan Syaikh Dr. Tsaqil mendapat antusiasme dari peserta. Hal ini ditandai dengan banyaknya pertanyaan yang dilontarkan para peserta sehingga suasana diskusi menjadi sangat hidup.

Ketua Delegasi Diklat Peradilan Indonesia Dr. H. Candra Boy Seroza menyampaikan terima kasih atas sambutan dan kuliah yang disampaikan Wakil Ketua MA Qatar tersebut. Tak lupa, ia menyampaikan salam hormat dari Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) kepada para Pimpinan Dewan Peradilan Agung (DPA) Qatar dan berharap agar kerja sama yang telah terjalin erat antara MA RI dan DPA Qatar terus berlanjut dan lebih ditingkatkan lagi. 

“Kami mewakili Delegasi Indonesia menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada DPA Qatar yang telah mengundang kami untuk mengikuti Diklat Peradilan. Hal ini sangat bermanfaat sekali bagi peradilan di Indonesia.” ujarnya dalam sambutannya.

Ia melanjutkan selain menerima materi-materi terkait hukum dan peradilan, peserta pelatihan mengunjungi sejumlah pengadilan dan lembaga terkait untuk melihat best practices pelayanan peradilan di Qatar. "Senin (8/5/2023), kita diajak mengunjungi the Supreme Judicial Council (MA Qatar), Pengadilan Niaga dan Investasi," kata Boy Seroza.

"Sebagai negara kaya, fasilitas di pengadilan Qatar memang luar biasa, pemanfaatan IT untuk pelayanan publik juga bagus sekali. Kita bisa mencontoh hal-hal seperti ini dari Qatar. Setelah itu, kita mengunjungi lembaga perdamaian, catatan sipil dan pengadilan keluarga di Qatar.”

Dia mengaku banyak hal yang didapatkan dari kegiatan diklat peradilan di Qatar ini. “Insya Allah hal yang baik-baik kita adopsi untuk peningkatan pelayanan peradilan agama di Indonesia," katanya.

Hukumonline.com

Delegasi Peradilan Indonesia berfoto bersama usai mengunjiungi the Supreme Judicial Council (MA Qatar). 

Sebelumnya, Ketua MA M. Syarifudddin mengungkapkan para delegasi ini merupakan representasi Mahkamah Agung di Qatar. Ia berharap agar para delegasi mengikuti diklat dengan sungguh-sungguh supaya mendapatkan ilmu yang bermanfaat, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk lembaga Mahkamah Agung secara umum.

“Saya berpesan agar diklat ini tidak hanya seremonial, tapi benar-benar menghasilkan transfer pengetahuan yang sempurna agar dapat diterapkan di tanah air,” ujar Ketua MA M. Syarifuddin saat melepas 15 hakim peradilan agama tersebut, Kamis (4/5/2023) lalu seperti dilansir laman MA.

Syarifuddin mengingatkan beberapa negara di Timur Tengah lebih maju dalam hal penerapan Teknologi Informasi dibanding negara-negara Eropa. Hal ini tak lepas dari kemampuan finansial dan anggaran yang mereka miliki, seperti Qatar. Dengan kemampuan ini, mereka sanggup mendatangkan para expert untuk menciptakan kinerja terbaik. Meski kondisinya berbeda dengan Indonesia, Ketua MA berpesan agar para delegasi dapat mempelajari bagaimana penerapan IT dan optimalisasinya di peradilan Qatar agar dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan di Indonesia.

“Tujuan akhir kita tentunya untuk menemukan format perlayanan terbaik bagi pencari keadilan,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait