Di Konferensi Mediator Terbesar se-Asia, Peradi Imbau Advokat Lakukan Pro Bono Mediasi
Pojok PERADI

Di Konferensi Mediator Terbesar se-Asia, Peradi Imbau Advokat Lakukan Pro Bono Mediasi

Hanya saja tidak semua advokat memiliki ilmu yang cukup sebagai mediator.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Ketua Pusat Mediasi Nasional (PMN), Fahmi Shahab (kiri) dan Ketua Peradi Fauzi Yusuf Hasibuan. Foto: HMQ dan
Ketua Pusat Mediasi Nasional (PMN), Fahmi Shahab (kiri) dan Ketua Peradi Fauzi Yusuf Hasibuan. Foto: HMQ dan

Sebuah kehormatan besar Indonesia akhirnya menjadi tuan rumah dalam Perhelatan akbar the 5th Asia Mediation Association Conference 24-25 Oktober 2018, setelah sebelumnya berhasil diselenggarakan di Beijing (2016), Hongkong (2014), Kuala Lumpur (2011) dan Singapura (2009). Melalui perhelatan ini beragam komitmen untuk penguatan skill mediasi bagi internal pegawai/anggota organisasi muncul dari beberapa stakeholder, baik dari Pemprov DKI Jakarta, Bawaslu, Ombudsman hingga Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

 

Sadar akan efektifitas penyelesaian sengketa melalui mediasi, Ketua DPN Peradi Fauzi Yusuf Hasibuan mengimbau kepada 45 ribu advokat Peradi yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mengutamakan penyelesaian sengketa melalui mediasi ketimbang membawanya ke ranah pengadilan. Menurutnya, advokat secara etis profesional harus memahami bahwa sebetulnya start awal pekerjaan seorang advokat diawali dengan mediasi. Hanya saja tidak semua advokat memiliki ilmu yang cukup sebagai mediator.

 

Atas alasan itu, Fauzi mengumumkan kepada publik khususnya advokat anggotanya bahwa Peradi telah bermitra/bekerjasama dengan Pusat Mediasi Nasional (PMN) sebagai wadah mediator untuk memberikan bekal yang cukup sesuai dengan kurikulum yang pantas kepada para anggota peradi terkait ilmu mediasi. Output dari kerjasama itu, kata Fauzi, skill mediasi dapat pula diterapkan oleh para advokat dalam menangani kasus-kasus Pro Bono.

 

Seperti diketahui, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat disebutkan bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (Pro Bono) kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Harapannya, kata Fauzi, setelah para advokat dibekali ilmu mediasi maka kemampuan mediasi itu dapat diabdikan untuk membantu rakyat miskin pencari keadilan sekaligus memenuhi kewajiban pro bono seperti amanat UU Advokat.

 

“Jadi tidak ada lagi kecenderungan menyelesaikan kasus pro bono kepada rakyat miskin langsung berperkara di pengadilan, tetapi siapa pun yang berperkara nantinya baik kaya ataupun miskin sama-sama dilakukan upaya mediasi terlebih dahulu,” tukas Fauzi.

 

Ada harga ada kualitas, diakui oleh Ketua Pusat Mediasi Nasional (PMN), Fahmi Shahab, fee khususnya untuk premium mediator memang sangat tinggi. Namun, hal itu berbanding lurus dengan kualitas penyelesaian sengketa yang terbukti melalui angka success rate yang sangat tinggi. Untuk out of court annex (mediasi di luar pengadilan), kata Fahmi, PMN memiliki tingkat success rate hingga lebih dari 90%, berbanding terbalik dengan court of annex (mediasi di Pengadilan)yang success rate nya hanya mencapai 33%.

 

(Baca Juga: Mediasi di Persidangan, Pilihan Solusi yang Belum Menjadi Solusi)

 

Mediasi di pengadilan inilah yang seringkali digunakan oleh masyarakat kurang mampu, kata Fahmi, karena pelaksanaannya rata-rata dilakukan oleh hakim dan tanpa bayaran/gratis (sebagai fasilitas publik). Persoalannya, sambung Fahmi, hakim terkadang sudah overload dengan kasus dan bahkan belum semua hakim mendapatkan training mediasi. Sebagai informasi, Fahmi menjelaskan untuk hakim yang sudah mendapatkan training memang resmi sebagai mediator tersertifikasi sedangkan hakim yang belum mendapatkan training tetap dapat diangkat sebagai mediator melalui assignment dari Ketua Pengadilan.

 

“Mestinya, kuasa hukumnya bisa memilih mediator yang bukan hakim untuk diberdayakan, apalagi lawyer kan biasa jemput bola,” pungkas Fahmi

 

Untuk pelatihan di PMN sendiri, jelas Fahmi, kualifikasi kelulusan dalam ujian sertifikasi mediator cukup ketat, sekalipun seorang yang sudah senior dalam bidangnya belum tentu bisa lulus dengan mudah sebagai mediator tersertifikasi PMN. Adapun basic standard kelulusan di PMN harus melalui passing grade 70, kurang dari 70 maka secara sistem otomatis peserta ujian tidak lulus sertifikasi mediator.

 

(Baca Juga; Mediasi Dinilai Sebagai Penyelenggara Sengketa Terbaik dalam Perbankan Syariah)

 

Selanjutnya, hal apasajakah yang harus dikuasai untuk mendapatkan sertifikasi mediator? Diantara materi yang diujikan dalam sertifikasi mediator, dijelaskan Fahmi terdiri dari Penyelesaian sengketa yang berangkat dari nilai-nilai pancasila, skill bertanya kepada para pihak, bagaimana mendengar, meringkas persoalan, memfasilitasi perundingan, langkah yang diambil untuk mengatasi perundingan macet, bagaimana men-draft suatu kesepakatan dan sebagainya.

 

“Intinya menguji communication skill, negosiasi, ethic dan tentu ada komponen dari Perma yang disampaikan oleh hakim aktif anggota Pokja mediasi di MA,” kata Fahmi.

 

Program Mediasi Bersama

Tak hanya bekerjasama dengan PMN, Fauzi menyebut pihaknya juga akan melakukan kerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta dalam memberikan bantuan hukum pro bono kepada masyarakat Ibu Kota. Ini adalah potensi, sebutnya, mengingat jumlah anggota Peradi yang mencapai 45.000 anggota paling banyak tersentral di wilayah Jakarta, dengan begitu sektor-sektor terkecil di daerah DKI dalam digarap dengan jumlah advokat yang begitu banyaknya.

 

“Bulan November ini kita sudah meminta kepada pak Anies, dan beliau sudah memberikan persetujuan pertemuan bersama untuk bisa menggarap bantuan pro bono kepada masyarakat DKI Jakarta,” katanya.

 

Advokat-advokat ini nantinya, kata Fauzi, akan dididik oleh Peradi bersama-sama dengan PMN. Kedepannya, diharapkan dari berbagai upaya kerjasama yang ditempuh maka setiap problematika yang dihadapi masyarakat kecil tak lagi selalu cenderung menempuh gesekan-gesekan yang ujungnya menghasilkan perpecahan.

 

“Jadi mediasi bisa jadi salah satu perekat nasional,” tukas Fauzi.

 

Sebetulnya, mayoritas dari anggota PMN dikatakan Fauzi juga merupakan anggota dari Peradi, hanya saja wadah organisasinya terpisah. Tak ditampik oleh Ketua PMN, Fahmi Shahab, dalam wawancaranya dengan hukumonline Fahmi juga menyebutkan bahwa mayoritas anggotanya adalah lawyer/advokat.

 

Dalam sambutannya pada Acara the5thAsia Mediation Association Conference, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengakui bahwa jutaan penduduk Jakarta seringkali berhadapan dengan beragam persoalan yang berujung pada gesekan-gesekan ditengah-tengah masyarakat seperti persoalan pembangunan infrastruktur dalam kaitannya dengan penggusuran lahan, sehingga kemampuan mediasi khususnya dilingkungan pegawai Pemprov DKI jelas sangat dibutuhkan.

 

“Pemprov DKI sudah mengatakan pada PMN untuk bekerjasama dalam mendidik pegawai pemprov DKI agar memiliki skill mediasi. Kami sadar betul, bahwa kedamaian tak akan tercipta melalui konflik melainkan harus diraih melalui rasa keadilan masyarakat yang bisa diperoleh melalui langkah mediasi,” kata Anies.

 

Pada praktik yang dilakukannya pun, Anies mengakui banyak persoalan dapat teratasi melalui mediasi. Anies mencontohkan konflik penggusuran, penataan fasilitas transportasi dalam mengkoneksikan transportasi antar wilayah dan antar operator, semua persetujuan damai soal beragam kebijakan yang dikeluarkannya diraih melalui proses negosiasi dan mediasi. Sekalipun tantanganya, kata Anies, aspek dasar seperti ketidakpuasan akan hasil mediasi selalu menjadi persoalan.

 

Tags:

Berita Terkait