Didakwa Bersama-sama, Dituntut Berbeda
Korupsi TWP TNI AD:

Didakwa Bersama-sama, Dituntut Berbeda

Disparitas tuntutan pidana terjadi karena Dedy Budiman Garna dianggap paling besar menikmati uang hasil korupsi dan juga pernah dihukum oleh pengadilan.

IHW
Bacaan 2 Menit

 

Seakan mengetahui keluhan Firman, Muhammad Hudi selepas persidangan menyatakan bahwa saat ini, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI sedang melakukan penyidikan terhadap beberapa orang dalam TNI AD dalam perkara yang masih ada kaitannya dengan kasus yang sedang di gelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini. Iya ada kaitannya dengan kasus TWP ini,.

 

Hudi menjelaskan bahwa khusus mengenai perkara yang sedang ditangani Puspom ini, kemungkinan besar tidak akan diadili secara koneksitas dengan alasan seluruh pihak yang disangka adalah anggota TNI. Oleh karenanya, Hudi meminta kepada majelis hakim agar beberapa barang bukti yang disitanya dapat diserahkan ke Puspom TNI untuk dijadikan barang bukti dalam proses penyidikan.

Atas hal tersebut, Firman mengaku tidak habis pikir. Menurutnya, jika memang perkara yang sedang disidik oleh Puspom ada kaitannya dengan perkara TWP ini, maka JPU seharusnya tidak memisahkan dua perkara tersebut. Kalau di-splitsing (berkas dakwaannya dipisahkan, red) mungkin tidak menjadi masalah. Contohnya dalam kasus korupsi BNI. Meski dakwaannya displitsing, tapi penyidikan terhadap kasusnya dilakukan bersamaan, tandas Firman.

 

Cerita kasus ini bermula ketika Yayasan Mahaneim yang dimiliki Samuel Kristanto menawarkan BPTWP TNI AD bekerja sama untuk menyimpan dana pendamping sebesar Rp100 milyar. Ketika itu, Samuel berjanji akan mengucurkan bantuan dana asing untuk pembangunan perumahan bagi prajurit asal disediakan dana pendamping.

 

Tergiur dengan ajakan ini, pada bulan November 2004 Kepala BPTWP TNI AD Kolonel Ngadimin Darmosujono memutuskan untuk menggunakan dana BPTWP sebesar jumlah yang diminta Samuel. Dana TWP merupakan iuran untuk uang muka kredit perumahan yang dikumpulkan dari prajurit TNI sebesar Rp 2.500 sampai Rp 7.500 per bulan. Dana ini dikelola oleh Badan Pengelola TWP yang ada di tiap angkatan.

 

Singkat cerita, bantuan dana yang dijanjikan Samuel tak kunjung didapatkan, dana pendamping yang berada di Bank malah raib. Dari jumlah dana pendamping sebesar Rp100 milyar, Rp42,8 milyar ditransfer kepada Dedy untuk pembelian surat berharga Oil Production Bond milik Dedy, AS$3 juta ditransfer ke Rafael Harry Wong, rekan Samuel yang juga menjanjikan dapat mencarikan bantuan dana asing, yang hingga kini tak diketahui keberadaannya. Selebihnya digunakan untuk keperluan diri Samuel dan Ngadimin. 

Tags: