Dikritik Advokat Soal Pembatasan Pertemuan dengan Klien, Ini Kata KPK
Berita

Dikritik Advokat Soal Pembatasan Pertemuan dengan Klien, Ini Kata KPK

Perubahan aturan kunjungan semata-mata hanya teknis mekanisme karena Covid-19. Pertemuan antara penasihat hukum dan tahanan, demikian juga kunjungan keluarga bisa dilakukan secara online sesuai jadwal dan waktu yang telah ditentukan.

Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit

Salah satu terdakwa KPK yang diketahui terpapar Covid-19 adalah Rezky Herbiyono, menantu mantan Sekretaris MA Nurhadi yang menjadi terdakwa penerimaan suap dan gratifikasi pengaturan perkara. Maqdir Ismail selaku penasihat hukum keduanya meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta untuk menunda sidang. (Baca: Ada Nama Lucas dan Penasihat Hukumnya di Sidang Nurhadi)

“Menurut hemat saya, mestinya kita mau berbesar hati untuk menghentikan seluruh persidangan. Supaya korban tidak bertambah. Apalagi ini melibatkan banyak pihak. Di pengadilan ada hakim, JPU (jaksa penuntut umum), penasihat hukum, panitera yang berada dalam satu ruangan dalam waktu yang lama. Kemudian di gedung KPK, ada penasihat hukum, terdakwa, dan tentu saja petugas KPK,” kata Maqdir.

Sebelumnya, Maqdir mengkritisi kebijakan pembatasan karena dianggap tidak berpihak pada kepentingan perlindungan hak asasi tersangka atau terdakwa. Bahkan, ada beberapa advokat yang tidak mendapatkan akses untuk bertemu dengan klien secara fisik, kecuali pada saat pemeriksaan sebagai tersangka dalam penyidikan atau pemeriksaan terdakwa dalam proses persidangan.

Meskipun KPK masih memperkenankan kuasa hukum melakukan pertemuan secara virtual dengan kliennya, menurut dia, tetap menjadi kendala karena dibatasi oleh waktu. Maqdir pun memaklumi pembatasan pertemuan fisik kuasa hukum dengan kliennya merupakan upaya KPK dalam memutus mata rantai Covid-19. Akan tetapi, faktanya tidak sedikit petugas KPK yang terinfeksi virus tersebut dan kemungkinan besar menulari tahanan yang ada di dalam.

“Saya baru mendapat kabar dari pihak rutan bahwa salah seorang klien kami dibawa ke Wisma Atlet karena dari hasil tes positif Covid-19,” terangnya seperti dilansir Antara.

Menurut Maqdir, kebijakan ini membuat penasihat hukum tidak bisa melaksanakan kewajiban untuk mendampingi klien secara maksimal dalam melakukan pembelaan. Dia pun menyarankan agar kebijakan itu perlu diatur ulang. “Semua tersangka yang berada dalam tahanan boleh dikunjungi oleh pensihat hukum, tentu dengan menggunakan protokol kesehatan, termasuk di antaranya menyertakan hasil tes swab PCR atau tes antigen,” terangnya.

Maqdir menjelaskan, perintah penahanan harus dikembalikan pada makna yang terkandung dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP karena tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan perbuatan pidana berdasarkan bukti yang cukup dan ada keadaan yang menimbulkan kekhawatiran akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti yang bisa ditahan.

"Di luar itu tidak boleh. Artinya, harus ada pembatasan pelaksanaan kewenangan penahanan. Ini akan berdampak berkurangnya tahanan dalam rumah tahanan negara yang sekarang sangat melebihi kapasitas dan daya tampung rumah tahanan negara,” kata Maqdir.

Tags:

Berita Terkait