Dilema Bantuan Hukum: Tahanan, Korban, dan Kelompok Rentan Kerap Terlupakan
Berita

Dilema Bantuan Hukum: Tahanan, Korban, dan Kelompok Rentan Kerap Terlupakan

Akibat minim anggaran dan galau sasaran.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Direktur Hukum dan Regulasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Prahesti Pandanwangi menjelaskan kepada Hukumonline soal politik anggaran bagi bantuan hukum ini.

 

Sebelumnya ia memaparkan bahwa penyelenggaraan bantuan hukum menjadi prioritas nasional sejak Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan berlanjut dalam RPJMN 2020-2024. Program ini adalah bagian dari upaya penguatan akses terhadap keadilan. Penyelenggaraan bantuan hukum juga menjadi indikator dalam Sustainable Development Goals(SDGs) yang ingin dicapai Indonesia sebagai standar bagi anggota Persatuan Bangsa-Bangsa.

 

“Evaluasi selalu kami lakukan, tapi besar uang berapa saja bisa jadi tetap kurang,” ujar Prahesti. Perlu diketahui bahwa besaran biaya bantuan hukum litigasi dan non litigasi yang disediakan oleh negara memiliki batasan maksimal per kegiatan.

 

Selain itu juga ada kriteria serta bentuk laporan yang harus dipenuhi agar dana bisa dicairkan. Artinya dana tunai baru bisa diterima setelah bantuan hukum selesai dilaksanakan. Pemberi bantuan hukum harus mengeluarkan dana talangan untuk diganti.

 

Besaran pendanaan diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor : M.HH-01.HN.03.03 Tahun 2017 yang mulai berlaku sejak 3 Januari 2017 sebagai berikut:

Hukumonline.com

 

Tersedia pagu anggaran bantuan hukum sebesar Rp2 juta untuk tahap pra persidangan, Rp3 juta di tahap persidangan, dan masing-masing Rp1 juta untuk tahapan upaya hukum banding, kasasi, hingga peninjauan kembali. Dengan demikian tersedia anggaran Rp5 juta hingga Rp8 juta untuk bantuan hukum per kasus litigasi. Anggaran ini akan dicairkan setelah organisasi bantuan hukum selesai menangani perkara.

 

Pagu ini dikritik oleh rekomendasi Konferensi Nasional Bantuan Hukum I. Anggaran litigasi dianggap tidak memisahkan biaya operasional dan biaya jasa bantuan hukum. Biaya operasional harusnya dihitung secara tersendiri berdasarkan kebutuhan dan situasi di lapangan yang berbeda-beda, seperti soal kewilayahan (geografis).

 

Besaran biaya litigasi tidak bisa dipukul rata untuk semua tempat. Misalnya biaya transportasi di salah satu daerah Sulawesi Barat yang membutuhkan dana hingga Rp3 juta hanya untuk menuju ke Polsek.

Tags:

Berita Terkait