Dinilai Ketinggalan Zaman, Kode Etik Advokat Harus Segera Direvisi
Berita

Dinilai Ketinggalan Zaman, Kode Etik Advokat Harus Segera Direvisi

Substansi tertentu dari Kode Etik Advokat Indonesia dianggap sudah ketinggalan zaman dan karena itu perlu direvisi. Salah satu ketentuan yang dinilai perlu dihapus dari kode etik adalah larangan bagi advokat untuk mengiklankan diri.

Amr
Bacaan 2 Menit

Larangan bagi advokat untuk mempromosikan diri, menurut Otto, tidak realisitis karena advokat kini sudah menjadi bisnis jasa. Oleh karena itu, tambahnya, eksistensi seorang advokat sangat bergantung pada ada tidaknya orang yang menjadi kliennya.  

Otto yang juga Koordinator KKAI mengatakan bahwa untuk mendapatkan klien seorang advokat perlu dikenal oleh masyarakat, terutama soal keahlian atau reputasinya. "Agar dikenal, maka bagi sebagian orang upaya mengiklankan diri adalah salah satu jalan yang masuk akal ketimbang menunggu nasib," cetus Otto. 

Apalagi, Otto menambahkan, dalam prakteknya selama ini banyak advokat yang menawarkan proposal ke perusahaan-perusahaan, memasukkan nama dan alamat ke "buku kuning", membuat company profile, dan memasang papan nama besar-besar, namun tidak pernah ditindak oleh organisasi advokat.

Profesi terhormat

Di mata Otto, masalah larangan pengacara beriklan hanyalah sebagian kecil dari substansi KEAI yang ia nilai mengandung problematik dan harus ditinjau ulang. Menurutnya, masih banyak lagi ketentuan dalam KEAI yang cuma menjadi macan kertas alias tidak bisa dijalankan oleh para advokat. Selama KEAI belum direvisi, ia pesimistis para advokat mampu mempertahankan kedudukannya sebagai profesi yang terhormat. 

Sementara itu, konsultan hukum Fred B.G Tumbuan berpendapat bahwa KEAI saja tidak cukup untuk mempertahankan advokat sebagai profesi yang terhormat. Menurutnya, pelaksanaan KEAI harus diawasi oleh dewan kehormatan yang eksistensinya  diakui oleh setiap advokat, tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana seorang advokat berasal. 

Di sisi lain, akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahiyangan B. Arief Sidharta berpendapat bahwa untuk memulihkan citra profesi advokat sebagai officium nobile (profesi terhormat) perlu diselenggarakan Kongres Nasional Organisasi Profesi Advokat. Kongres tersebut, jelas Sidharta, untuk menyepakati hal-hal substansial diantaranya perumusan standar minimum profesi advokat. 

Sekretaris KKAI Harry Ponto mengatakan bahwa dengan lokakarya yang akan berlangsung hingga 25 Februari ini, KKAI mengharapkan adanya masukan-masukan yang akan dipertimbangkan untuk menyusun KEAI yang baru. Di samping itu, ia mengatakan bahwa lokakarya tersebut juga bertujuan untuk merintis pembentukan Dewan Kehormatan Bersama dan Komisi Pengawas Advokat seperti diamanatkan UU Advokat (UU No.18/2003).

Tags: