Ditahan Gara-gara Status Blackberry Messenger
Berita

Ditahan Gara-gara Status Blackberry Messenger

Statusnya dianggap mencemarkan nama baik Nurdin Halid.

HRS
Bacaan 2 Menit
Status BBM. Foto: Ilustrasi
Status BBM. Foto: Ilustrasi

Membuat status di Blackberry Messenger (BBM) adalah sebuah hal yang biasa. Namun, siapa sangka gara-gara sebuah status BBM seseorang bisa berujung mendekam di tahanan. Inilah yang tengah dialami Muhammad Arsyad. Pria asal Makassar ini ditahan di Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) lantaran statusnya di BBM. Kala itu ia menulis “No Fear Ancaman Nurdin Halid Koruptor!!! Jangan Pilih Adik Koruptor!!!

Selain status tersebut, ketidaksenangan sekelompok orang terhadap Arsyad semakin menjadi ketika Arsyad mendukung pasangan Irman Yasin Limpo-Busrah Abdullah saat pemilihan Wali Kota Makassar. Arsyad tidak mau mendukung Supomo Guntur-Kadir Halid (SuKA) karena dianggap keluarga koruptor. Pada saat dirinya menjadi narasumber di salah satu stasiun televisi lokal di Makassar, Arsyad diserang pendukung SuKA. Arsyad mengalami luka serius di bagian kepala dan badannya setelah ditendang dan dipukul.

Puncaknya, pada 9 Juli 2013 Arsyad dilaporkan oleh anggota DPRD Kota Makassar Abdul Wahab Tahir ke kepolisian. Pria yang masih kerabat dekat Nurdin Halid ini menganggap Arsyad telah menghina dan mencemarkan nama baik Nurdin Halid. Kini, Arsyad telah mendekam di rumah tahanan Polda Sulselbar sejak 9 September 2013 dan dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 310 sub Pasal 335 KUHP.

“Kita ingin menyatakan sikap bahwa kasus ini harusnya di-SP3, harus dihentikan,” tutur Nawawi Bahrudin dari LBH Pers saat jumpa pers di kantor Aliansi Jurnalis Independen Jakarta, Minggu (15/9).

Keinginan Nawawi untuk menghentikan kasus ini karena Arsyad memang tidak dapat dijerat dengan pasal pencemaran nama baik. Soalnya, pendapat yang disampaikannya mengandung fakta.

Erasmus, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan urgensi penahanan Arsyad perlu ditinjau lebih dalam. Penahanan Arsyad hanya berdasar pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP, yaitu penahanan dilakukan terhadap tindak pidana yang ancaman pidana penjara di atas 5 tahun. Namun, penyidik melupakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP itu sendiri, yaitu tentang indikasi tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi kembali tindak pidana tersebut.

Penahanan terhadap tersangka, menurut Erasmus, juga harus menjadi langkah terakhir. Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Namun, faktanya Arsyad telah selesai di buat Berita Acara Penyidikan (BAP) oleh penyidik sehingga tidak ditemukan urgensi untuk menahan dirinya lagi,

“Tidak rasional Arsyad ditahan. Tidak ada alasan untuk itu,” tegas Erasmus.

Pembungkaman
Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Zainal Abidin melihat kasus ini adalah salah satu dari banyak kasus pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat.

Jika kasus-kasus seperti ini terus dibiarkan, kebebasan masyarakat khususnya kalangan media dan aktivis penggiat antikorupsi dalam mengungkapkan kebenaran dan mendapatkan informasi menjadi terkekang. Apabila pers telah bungkam, Zainal melihat polisi akan dengan sangat mudah menahan orang dengan pasal-pasal pencemaran nama baik tersebut.

“Jika kasus-kasus semacam Arsyad terus dibiarkan, hal ini akan mengancam demokrasi, dan salah satu pilar demokrasi adalah pers,” ucap Zainal di AJI Jakarta, Minggu (15/9).

Ketika ditanya batasan-batasan seseorang untuk mengemukakan pendapat dan ekspresinya, Zainal mengatakan untuk melihat Pasal 19 Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Pasal tersebut menyebutkan dua batasan dalam berekspresi dan berpendapat, yaitu jika ekspresi tersebut digunakan untuk propaganda perang dan dapat menghasut atau menimbulkan suatu konflik.

Lebih lagi, untuk pasal penghinaan tersebut haruslah dilakukan di muka umum. Untuk kategori kepentingan publik ini, Zainal mengingatkan agar tidak disalahgunakan oleh sekelompok orang dan mengatasnamakan kepentingan publik. Apabila ada status atau komentar yang tidak mengenakkan hati, tidak seharusnya langsung ditindaklanjuti dengan ancaman penjara. Seharusnya diklarifikasi di tempat dan media yang sama.

“Jika ditulis di buku, seharusnya dilawan dengan buku pula. Jika di twitter, diklarifikasi di twitter juga. Kecuali jika hal tersebut dilakukan secara intens dan sistematis, itu memang ada unsur kesengajaan oleh pelaku dan patut dilaporkan,” ujarnya.

Lain kesempatan, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan kebebasan berpendapat tidak boleh langsung berujung pada pemidanaan. Kebebasan masyarakat untuk berpendapat harus dilindungi apalagi pendapat tersebut didukung dengan fakta dan data. Denny berpendapat demikian lantaran dirinya juga pernah mengalami nasib yang sama dengan Arsyad. Hanya saja berbeda media, yaitu berkicau di twitter. Kala itu, Denny menulis “Advokat koruptor adalah koruptor”. “Jangan sampai dipidana,” ucapnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis lalu (12/9).

Tags:

Berita Terkait