Dokumen Audit BPJS Kesehatan Dinyatakan Terbuka untuk Publik
Berita

Dokumen Audit BPJS Kesehatan Dinyatakan Terbuka untuk Publik

Pengawasan terhadap program JKN dapat dilakukan secara lebih seksama.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES

Indonesia Corruption Watch memenangkan sengketa informasi melawan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI. Pada persidangan sengketa informasi (03/03/20) di Jakarta, Komisi Informasi Pusat RI memutuskan dokumen hasil audit terkait BPJS Kesehatan sebagai informasi publik yang terbuka dan dapat diakses oleh publik luas.

 

Dengan adanya putusan tersebut publik luas dapat mengakses hasil audit terkait BPJS Kesehatan. Tidak ada lagi alasan bagi BPKP atau instansi lain untuk menutup-nutupi informasi tersebut. “Putusan Komisi Informasi Pusat tersebut patut untuk diapresiasi,” ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayoga, lewat keterangannya yang diterima hukumonline, Rabu (4/3).

 

Menurut Egi, putusan itu menjadi penting apabila publik menengok pengelolaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan yang ditengarai menghadapi beragam persoalan. Pemerintah baru-baru ini menaikkan tarif iuran kepesertaan BPJS. Langkah itu menimbulkan polemik dan mendapat penolakan dari sejumlah anggota DPR RI.

 

Sebelumnya, pengelolaan program JKN juga mendapat sorotan akibat defisit dan dana talangan yang diberikan oleh pemerintah. Untuk itu ICW menilai laporan audit yang dilakukan oleh BPKP adalah dasar bagi pemerintah untuk menentukan jumlah defisit dan memberikan dana talangan.

 

Pada pertengahan tahun 2018, BPJS Kesehatan ditengarai mengalami defisit hingga Rp10,98 triliun. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kemudian memberi dana talangan hingga RP4,9 triliun. Di tahun yang sama, defisit kembali ditemukan dengan jumlah Rp6,12 triliun. Kementerian Keuangan kembali menyuntikkan dana talangan hingga Rp5,2 triliun. “Total dana talangan mencapai Rp10,1 triliun,” ujar Egi.

 

Pada bulan November 2019, pemerintah mengatakan akan kembali memberi dana talangan hingga Rp14 triliun. Melalui itu diketahui bahwa dana talangan kepada BPJS sedikitnya mencapai Rp 22,1 triliun. Per akhir Desember 2019, BPJS juga masih mengalami defisit sebesar 15,5 triliun.

 

(Baca Juga: BPJS Kesehatan Diminta Benahi Hasil Temuan BPKP)

 

Meski begitu, Egi menilai publik tidak pernah mengetahui secara detail dan rinci titik permasalahan dalam pengelolaan program JKN oleh BPJS Kesehatan. Sehingga dengan dibukanya hasil audit terkait BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh BPKP, publik dapat benar-benar mengetahui masalah pengelolaan dan menilai apakah langkah yang dilakukan pemerintah, termasuk kenaikan iuran adalah langkah yang patut. 

 

“Pengawasan terhadap program JKN dapat dilakukan secara lebih seksama,” tambahnya.

 

Untuk itu, ICW mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi kepada Komisi Informasi Pusat setelah BPKP menolak untuk memberikan dokumen hasil audit terkait BPJS Kesehatan. Alasan BPKP adalah informasi tersebut merupakan jenis informasi yang dikecualikan.

 

Dengan adanya putusan Komisi Informasi Pusat ini, Egi menegaskan bahwa pihaknya meminta BPKP untuk mematuhi hasil putusan Komisi Informasi Pusat. “BPKP mesti segera memberikan dokumen hasil audit terkait BPJS Kesehatan kepada ICW sebagai pemohon informasi publik,” pungkas Egi.

 

Sebelumnya, sejumlah Advokat dan Praktisi Hukum yang tergabung dalam Komunitas Peduli BPJS Kesehatan juga telah menyuarakan agar Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan agar segera mengambil tindakan atas defisitnya BPJS Kesehatan.

 

Juru bicara Komunitas Pedulu BPJS Kesehatan, Johan Imanuel mendorong agar Kemenkeu membantu sesegera mungkin menyelesaikan permasalahan defisit BPJS Kesehatan dengan melakukan evaluasi sehingga sebagai tindak lanjut dapat memberikan dana tambahan untuk dana jaminan sosial.

 

Menurut Johan, Kemenkeu memiliki otoritas penuh sebagaimana yang diamanatkan dalam PO Nomor 87/2013 juncto PP Nomor 84/2015 juncto Permenkeu 251/PMK.02/2016 sehingga terpenuhinya dengan baik amanat UUD 1945 Pasal 28 H ayat 3.

 

Pasal itu menyatakan, Setiap warga negara dijamin oleh negara atas jaminan sosial tanpa membedakan status sosial, suku, agama, ras dan golongan. Dengan demikian, jaminan sosial adalah merupakan suatu tanggung jawab negara untuk melindungi warga negara dari ancaman terhadap kemiskinan, kesehatan, maupun bencana.

 

Johan mengimbau agar Kemenkes tetap berkomitmen sebagaimana yang telah diatur dalam Rencana Strategis Kemenkes tahun 2015-2019 untuk terus meningkatkan pelayanan kesehatan dari tingkat fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan. 

 

Termasuk juga perbaikan sistem rujukan pelayanan kesehatan sehingga Universal Health Coverage (UHC) atau Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS dapat mewujudkan Jaminan Kepesertaan Semesta.

 

“Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan memohon kepada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia untuk melakukan audit secara komprehensif,” ujar Johan.

 

Tags:

Berita Terkait