Eks Hakim MK Menilai Presiden dan DPR Telah Contempt of Court
UU MD3

Eks Hakim MK Menilai Presiden dan DPR Telah Contempt of Court

DPD tetap optimis.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Eks Hakim MK, Maruarar Siahaan (kanan). Foto: RES
Eks Hakim MK, Maruarar Siahaan (kanan). Foto: RES

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan mengatakan bahwa perbuatan Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014 yang “menghidupkan” kembali norma yang dibatalkan oleh MK dalam UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sebagai perbuatan contempt of court (penghinaan pengadilan).

Maruarar menjelaskan bahwa putusan MK yang merupakan proses mekamisne checks and balances, bersifat mengikat dan harus diimplementasikan, justru tidak dipatuhi sendiri oleh DPR dan Pemerintah. “Dengan gaya strike back cara yang kasar, yakni mengundangkan kembali norma-norma yang telah ditanyakan oleh MK bertentangan dengan UUD 1945,” jelasnya.

Hal ini disampaikan Maruarar saat tampil sebagai ahli dalam sidang judicial review UU MD3 yang diajukan oleh DPD, di MK, Jakarta, Senin (13/10).

Lebih lanjut, Maruarar mengatakan bahwa presiden, wakil presiden dan pimpinan DPR telah bersumpah memegang teguh UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya. “Sekarang yang mereka lakukan adalah mengundangkan kembali norma-norma yang bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.

Maruarar bahkan membandingkan sikap presiden dan DPR ini dengan seorang saksi yang melanggar sumpah di persidangan. Di dalam pengadilan, lanjutnya, seorang saksi yang memberikan keterangan palsu (melanggar sumpah) bisa dijerat dengan pidana tujuh tahun penjara. Bahkan, bila dalam perkara pidana, saksi dengan keterangan palsu itu diancam dengan sembilan tahun penjara. “Bagaimana dengan pejabat yang melanggar sumpah jabatan?” ujarnya.

“Apa tidak ada sikap paralel? Perbuatan Presiden dan DPR itu jauh sekali implikasinya dari kesaksian palsu di pengadilan. Karena di pengadilan itu cuma bersifat individual dibandingkan mengundangkan kembali norma yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK,” tambahnya.

Sekadar mengingatkan, DPD mengajukan uji materi dan formil terhadap UU No.17 Tahun 2014 tentang perubahan UU No.27 Tahun 2009 tentang MD3. DPD menilai bahwa UU MD3 teranyar ini telah memasung kewenangannya dalam ikut membahas UU sebagaimana disebutkan putusan MK No.92/PUU-X/2012.

Tags:

Berita Terkait