Eksaminasi Putusan Wadas, Akademisi Ini Sebut Hakim Fokus Pada Aspek Formil
Terbaru

Eksaminasi Putusan Wadas, Akademisi Ini Sebut Hakim Fokus Pada Aspek Formil

Pertimbangan majelis hakim PTUN Semarang dalam putusan No.68/G/PU/2021/PTUN.SMG mengabaikan keberatan warga dan penggugat. Majelis hakim hanya fokus pada aspek formal yang masih diragukan akurasi dan kevalidan dari proses prosedur pembangunan tersebut.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Peristiwa keberatan penggugat dan pendiaman oleh pejabat tata usaha negara merupakan peristiwa hukum yang signifikan dalam proses administrasi negara,” kata Warkhatun Najidah dalam Eksaminasi Publik Putusan PTUN Semarang No.68/G/PU/2021/PTUN.SMG dan Putusan MA No.482 K/TUN/2021, Rabu (09/03/2022) kemarin.

Kedua, Najidah menyoroti keterbukaan informasi atas SK Gubernur Jawa Tengah No.590/20 Tahun 2021 yang menunjukan keterbukaan informasi dalam birokrasi yang sangat berbelit dan tidak transparan. Tercatat SK Gubernur ditandatangani 7 Juni 2021; warga melayangkan surat kepada Gubernur merminta informasi SK itu tanggal 21 Juni 2021; kepala desa Wadas mengirim SK itu melalui grup Whatsapp dan dokumen secara tidak lengkap pada 26 Juni 2021; sampai akhirnya warga baru bisa melihat SK itu secara lengkap melalui papan pengumuman di kantor desa Wadas 13 Juli 2021.

Kronologi itu menunjukan warga Wadas butuh waktu yang panjang hanya untuk mengetahui keberadaan SK Gubernur itu. Informasi yang sulit diakses itu menurut Najidah memperlihatkan ada iktikad tidak baik dalam pembangunan Bendungan Bener. Sayangnya hal itu tidak dipertimbangkan majelis hakim dalam putusannya.

Ketiga, Najidah mengatakan majelis hakim harusnya mempertimbangkan proses sosialisasi pembangunan untuk kepentingan umum secara menyeluruh baik kuantitatif dan kualitatif untuk menjamin kebenaran pembangunan secara substansial. Proses sosialisasi harus dilakukan dengan cara yang baik, transparan, tanpa tekanan, tidak manipulatif, teliti dan menjamin hak serta keberatan warga.

Keempat, pertimbangan hakim yang menyatakan pendapat ahli tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan adalah bentuk kesempitan berpikir dalam melakukan penggalian hukum. Dalam putusannya hakim berpendapat beberapa analisa hukum dan amicus curiae yang masuk pendapat ahli tidak relevan lagi dipertimbangkan karena kajian para ahli itu dianggap lebih tepat digunakan sebagai bahan kajian teoritis akademis dan praktis untuk menguji keabsahan SK Gubernur No.590/41 Tahun 2018 tanggal 7 Juni 2018.

“Saya berpendapat bahwa tidak memasukkan pertimbangan ahli dengan alasan analisa hanya kajian teoritis adalah bentuk dari sebuah kemalasan penegak hukum untuk menggali, memahami nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat,” ujar Najidah.

Kelima, MA harusnya tak hanya melaksanakan fungsi administratif. Lebih dari itu MA perlu menjalankan fungsi pengawasan (Toeziende Functie) dan fungsi penasihat (Advieserende Functie). MA dapat melaksanakan pengawasan terhadap jalannya peradilan dengan tujuan agar peradilan yang diselenggarakan dengan seksama.

Terakhir, Najidah menyayangkan pertimbangan hakim dalam perkara ini hanya fokus pada aspek formal. “Itu pun masih diragukan akurasi dan kevalidan dari proses prosedur pembangunan tersebut. Sebuah pertimbangan yang tidak mempertimbangkan apa-apa selain prosedur formil yang memberatkan masyarakat,” bebernya.

Najidah mengingatkan administrasi negara dalam peradilan TUN memiliki karakteristik atau ciri khas dari asas asas hukum yang melandasinya diantaranya yaitu asas pembuktian bebas dan asas keaktifan hakim. Sudah selayaknya pada proses pembangunan yang besar seperti proyek strategis nasional (PSN) ini peradilan tata usaha hadir sebagai pengayom bagi warga negara.

Tags:

Berita Terkait