Era Globalisasi, Dapatkah Lawyer Survive Tanpa Kuasai Bahasa Asing?
Utama

Era Globalisasi, Dapatkah Lawyer Survive Tanpa Kuasai Bahasa Asing?

Meski masih memungkinkan bagi lawyer hanya menguasai satu bahasa (Indonesia), namun kefasihan berbahasa asing menjadi hal yang diperlukan bila hendak mengembangkan kariernya di masa mendatang.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Founding Partner Y.A.R Law Firm Syamsul Huda Yudha dan Founding Partner HHR Lawyers Nini N. Halim. Foto Kolase: Istimewa
Founding Partner Y.A.R Law Firm Syamsul Huda Yudha dan Founding Partner HHR Lawyers Nini N. Halim. Foto Kolase: Istimewa

Seiring dengan berkembangnya zaman yang begitu pesat, globalisasi menjadi suatu hal yang tidak terelakkan. Hal tersebut jelas berdampak terhadap berbagai aspek, salah satunya bagi industri penyedia jasa hukum. Menjadi pertanyaan, apakah penguasaan bahasa asing lantas menjadi tuntutan atau aspek esensial yang harus dimiliki lawyer saat ini?  

“Kami menilai penggunaan bahasa asing terkhusus bahasa Inggris, menjadi suatu keterampilan yang esensial dan mendasar bagi seorang lawyer dalam hal memberikan jasa hukum kepada klien, khususnya bagi seorang corporate lawyer,” ungkap Founding Partner Y.A.R Law Firm, Syamsul Huda Yudha ketika dihubungi Hukumonline, Selasa (9/5/2023).

Ia mengatakan era globalisasi dewasa ini berimbas pada banyaknya penanaman modal asing (PMA) di Indonesia terutama di ibu kota yang menjadi basis kantor-kantor perusahaan asing. “Hal tersebut mempengaruhi lawyer dalam memberikan jasa hukumnya tidak hanya terikat pada klien perorangan atau perusahaan dalam negeri, melainkan memungkinkan juga untuk menggaet klien dari perusahaan asing.”

Baca Juga:

Belum lagi, pada sejumlah pertemuan antara lawyer dengan klien, direksi maupun petinggi perusahaan mengharuskan lawyer dapat melakukan komunikasi dengan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris yang merupakan bahasa internasional. Dengan kefasihan bahasa asing dapat memberi first impression yang amat baik dengan klien.

“Seorang lawyer menurut hemat kami dapat survive kendatipun hanya menguasai bahasa Indonesia saja. Karena tersedianya juru bicara penerjemah bahasa yang telah disediakan oleh klien. Akan tetapi, hal itu tentunya berdampak terbatasnya ruang lingkup seorang lawyer dalam menggaet klien,” terang Syamsul.

Terlebih, bagi klien yang merupakan orang asing atau perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Meski begitu, saat ini sudah banyak aplikasi penerjemah dan penerjemah asing bersertifikat/tersumpah yang bisa membantu lawyer dalam membuat beberapa korespondensi dengan dua bahasa.

Menurutnya, dari kondisi industri jasa hukum saat ini, bahasa Inggris dan Mandarin dianggap memiliki pangsa yang paling besar digunakan seorang lawyer dalam memberikan jasa hukum kepada klien baik asing perorangan ataupun perusahaan di Indonesia. Sebab, bahasa Inggris dan Mandarin sebagai standar pedoman warga international dan domestik di benua Asia dalam berkomunikasi.

“Kendatipun kami memahami bahasa Jepang, Prancis atau Jerman juga tidak kalah pentingnya untuk dikuasai oleh seorang lawyer selain bahasa Inggris dan Mandarin. Karena banyaknya investasi dalam bentuk penanaman modal asing dari kawasan Asia Timur seperti Jepang serta investasi dari kawasan benua Eropa dari negara Jerman dan Perancis di Indonesia.”

Dengan kondisi yang ada, Syamsul berpesan kepada calon-calon lawyer Indonesia agar lebih mengembangkan kemampuan berbahasa asing. terutama bahasa Inggris dan Mandarin yang dirasa memiliki nilai tambah tersendiri. Dengan keterampilan dalam berbahasa asing akan bisa menjadi modal bagi calon lawyer ketika berkomunikasi dengan klien yang mempengaruhi value (nilai) dari lawyer dalam memberi jasanya.

“Selain itu, pendidikan jenjang master dan doktoral ilmu hukum maupun sertifikasi keahlian hukum tertentu seperti perpajakan, pasar modal, kepailitan, dan lain-lain juga sangat menunjang keberlanjutan karier seorang lawyer dalam industri jasa pelayanan hukum,” imbuhnya.

Dalam kesempatan terpisah, Founding Partner HHR Lawyers Nini N. Halim memiliki pandangan serupa dengan Syamsul. Di tengah era globalisasi saat ini, penguasaan bahasa asing, kata dia, menjadi hal yang esensial untuk dimiliki. Dengan menguasai bahasa asing, seorang lawyer akan mendapat nilai tambah tersendiri.

Meski begitu, alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) itu berpandangan seorang lawyer yang hanya menguasai satu bahasa (Indonesia) masih dapat bertahan. “Bisa saja, apabila yang bersangkutan memang memiliki keahlian khusus. Namun, akan tetap dituntut untuk menguasai bahasa asing demi untuk mengembangkan kariernya di masa yang akan datang,” kata dia.

Dari pengamatannya, terdapat sejumlah bahasa asing tertentu yang mempunyai pangsa pasar besar di industri jasa hukum Indonesia saat ini. Antara lain bahasa Inggris, Mandarin, dan Jepang yang menduduki urutan teratas di Indonesia. Kemudian diikuti dengan bahasa-bahasa asing lainnya.

“Bahasa merupakan jendela bagi seorang lawyer untuk melihat dan menjangkau dunia internasional. Karenanya, penguasaan salah satu bahasa asing merupakan sesuatu yang esensial bagi seorang lawyer. Dengan semakin maraknya penggunaan asing di dunia bisnis saat ini, penguasaan bahasa Inggris merupakan hal yang esensial dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. ‘Bonus’ apabila seorang lawyer bisa menguasai bahasa asing lainnya.”

Tags:

Berita Terkait