Fintech Saling Berkolaborasi, OJK Mulai Antisipasi Risiko
Berita

Fintech Saling Berkolaborasi, OJK Mulai Antisipasi Risiko

Risiko tersebut antara lain fraud, perlindungan konsumen, prinsip anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, serangan siber, tata kelola digital, dan penempatan data kritikal di Indonesia.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Edward, regulator juga harus belajar dari pengalaman negara lain selain meminta masukan dari pelaku fintech itu sendiri. Riset yang dilakukan Edward, 99% konsumen dan pelaku P2P lending di China, perubahan regulasi menjadi risiko terbesar. Selain soal regulasi, 73% konsumen P2P lending menilai serangan siber juga menjadi ancaman terbesar bagi industri. Sementara, 76% pelaku P2P lending menilai penipuan menjadi risiko terbesar dalam industri.

 

Di luar China, tepatnya kawasan Asia Pasifik, 69 platform di Jepang melihat regulasi yang ada saat ini tidak memadai atau terlalu longgar. Sementara di Thailand, 80% platform menilai tidak membutuhkan regulasi. Sebaliknya, di India, sepertiga dari total platform melihat regulasi yang sudah ada memadai sementara setengahnya melihat regulasi yang ada malah sebaliknya. Di Singapura, Australia dan Malaysia, sepertiga dari platform dan tiga perempat platform di New Zealand, melihat regulasi yang ada memadai dan sesuai.

 

"Yang lebih menarik contoh di India karena sektor sangat besar. Dia akan gunakan fintech dan reformasi di India supaya bisa kembangkan ekonomi. Saya rasa India dan Indonesia bisa saling belajar," kata Edward.

Tags:

Berita Terkait