Hak Asuh Anak Belum Mumayyiz Tak Selamanya Jatuh ke Tangan Ibu
Seluk Beluk Hukum Keluarga

Hak Asuh Anak Belum Mumayyiz Tak Selamanya Jatuh ke Tangan Ibu

Pertimbangannya cenderung pada ketidakmampuan ibu dalam mengawasi, memelihara, mendidik dan mensejahterakan si anak. Namun tak menghilangkan hak ibu untuk memelihara dan mendidik anaknya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Si Ayah dapat mengajukan permohonan ke pengadilan agama terkait pemindahan hak asuh anak (hadlanah) berdasarkan sejumlah alasan-alasan kuat yang mendukung terkabulnya permohonan peralihan hak asuh anak tersebut. Dalam kasus perceraian antara Marshanda dan Ben Kasyafani misalnya, Pengadilan mencabut hak asuh anak yang bernama Sienna Ameerah dari tangan Marshanda meskipun Sienna belum mumayyiz. Majelis Hakim Pengadilan Agama memutuskan hak asuh kepada sang ayah, Ben Kasyafani. Putusan bernomor 0419/PDT.G/2014/PA.JP ini dapat dikatakan “menyimpangi” ketentuan Pasal 105 huruf a KHI.

Pertimbangan Majelis cenderung memberi perlindungan yang aman dan pasti terhadap hak asuh, pemeliharaan, pengawasan terhadap si anak. Selain itu, Marshanda saat itu diduga mengidap gangguan kejiwaan bipolar disorder tipe II. Karenanya, bila diserahkan ke Marshanda sebagai ibu kurang menjamin hak asuh pengawasan dan kesejahteraan si anak. Namun demikian, kuasa hak asuh anak tersebut tak menghilangkan hak Marshanda sebagai ibunya untuk memelihara dan mendidiknya sebagaimana diamanatkan Pasal 45 ayat (1) UU 1/1974.

Selanjutnya, anak pun memiliki hak mendapat pengasuhan hingga proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya yang telah bercerai. Pasal 14 ayat (2) UU No.25 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan, “Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak: a. bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya; b. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan d. memperoleh Hak Anak lainnya”.

Norma ini diperkuat SEMA No.1 Tahun 2017, dalam rumusan kamar agama poin 4 yang menyebutkan“Dalam amar penetapan hak asuh anak (hadlanah) harus mencantumkan kewajiban pemegang hak hadlanah memberi akses kepada orang tua yang tidak memegang hak hadlanah untuk bertemu dengan anaknya. Dalam pertimbangan hukum, majelis hakim harus pula mempertimbangkan bahwa tidak memberi akses kepada orang tua yang tidak memegang hak hadlanah dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan pencabutan hak hadlanah”.

Tags:

Berita Terkait