​​​​​​​Hak Mewaris Anak Angkat Menurut Hukum Perdata, Hukum Islam dan Hukum Adat
Seluk Beluk Hukum Keluarga

​​​​​​​Hak Mewaris Anak Angkat Menurut Hukum Perdata, Hukum Islam dan Hukum Adat

UU Perlindungan Anak menganut prinsip ‘demi kepentingan terbaik untuk anak’, tetapi pengangkatan anak tidak memutus hubungan darahnya dengan orang tua kandung. Hak mewaris bagi anak angkat berbeda-beda dalam sistem hukum.

Muhammad Yasin
Bacaan 5 Menit

Baca juga:

Mahkamah Agung pernah memutuskan bahwa menurut hukum adat yang berlaku, seorang anak angkat berhak mewarisi harta gono gini orang tua sehingga ia menutup hak waris para saudara kandung orang tua angkatnya (putusan MA No. 102 K/Sip/1972 tanggal 23 Juli 1973). Putusan MA No. 1278 K/Sip/1977 memuat putusan mengenai waris anak angkat di Sulawesi Utara. Mahkamah Agung berpendapat sumaji kepada orang tua tidak dapat dipakai sebagai patokan dasar untuk menentukan dapat tidaknya seorang ahli waris mewarisi harta-harta peninggalan dari pewarisnya. Putusan MA No. 182 K/Sip/1959 mengandung kaidah hukum anak angkat berhak mewarisi harta peninggalan orang tua angkat yang bukan merupakan harta yang diwarisi oleh orang tua angkatnya.

Namun, dalam putusan mengenai adat Pasundan, Mahkamah Agung pernah memutuskan anak kukut atau anak angkat tidak berhak mewaris barang-barang pusaka, barang ini kembali kepada waris keturunan darah (putusan MA No. 82 K/Sip/1953). Putusan MA mengenai anak angkat di adat Jawa Tengah menganut kaidah hukum bahwa anak angkat hanya diperkenankan mewarisi harta gono gini dari orang tua angkatnya, sedangkan anak angkat tidak berhak mewarisi barang pusaka (No. 37 K/Sip/1959).

Tags:

Berita Terkait