Hakim Agung Usul Pembentukan Lembaga Khusus Telusuri Aset Hasil Tindak Pidana
Utama

Hakim Agung Usul Pembentukan Lembaga Khusus Telusuri Aset Hasil Tindak Pidana

Agar pelacakan aset hasil tindak pidana dilakukan secara profesional. Lembaga itu nantinya menjadi ujung tombak untuk melacak aset hasil tindak pidana.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Kalau kita tidak bisa melacak dengan baik bagaimana kita mau mengetahui berapa besar harta yang dimiliki pelaku tindak pidana korupsi,” ujar Prof Surya.

Selain itu pembuktian harus dibebankan kepada tersangka atau terdakwa, sehingga bisa memudahkan dalam melakukan perampasan aset. Tapi beban pembuktian itu ada di jaksa. Khususnya saat jaksa membuktikan profil tersangka atau terdakwa memiliki harta kekayaan yang lebih besar ketimbang penghasilannya.

Mekanisme untuk pengembalian aset secara paksa dengan cara perampasan aset oleh negara melalui jaksa pengacara negara menurut Prof Surya dilakukan dengan mengajukan permohonan pengadilan terhadap harta atau aset yang diduga hasil kejahatan tindak pidana. Pembuktiannya dilakukan secara terbalik kepada pemilik harta. Jika tidak bisa dibuktikan di pengadilan, maka pengadilan akan memutus untuk menyita harta tersebut.

Di kesempatan yang sama, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Reda Manthovani, berpendapat, perampasan aset tanpa pemidanaan ini seperti yang digunakan Amerika Serikat (AS). Awalnya, konsep itu mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana tanpa adanya pemidanaan terlebih dahulu terhadap pelakunya. Konsep itu berangkat dari tahun 1986 dimana AS gencar memerangi kejahatan narkotika dan aparat penegak hukum merasa hukum yang ada kurang efektif.

Aparat penegak hukum AS kala itu mencari metode untuk menyasar hasil kejahatan pelaku narkotika. Kemudian lahirlah konsep perampasan aset hasil tindak pidana dan perdata sebagai langkah awal dan yang dikejar tak hanya pelaku tapi keuntungan yang dihasilkan dari kejahatan. Konsep itu kemudian diadopsi oleh PBB dalam konvensi memberantas korupsi alias United Nations Convention against Corruption (UNCAC).

Konvensi itu mengatur antara lain semua negara harus mengambil tindakan yang dianggap perlu, sehingga perampasan aset hasil korupsi dimungkinkan tanpa proses pidana. Di mana dalam kasus tertentu pelaku tidak dapat ditunutut dengan alasan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), meninggal, pelarian, dan lainnya.

“Kategori aset yang dirampas menggunakan metode ini misalnya aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana termasuk yang dihibahkan, dikonversi ke harta pribadi orang lain atau korporasi,” pungkas mantan Kajati Banten itu.

Tags:

Berita Terkait