Harapan Besar di Penantian Putusan Pengujian UU KPK di MK
Berita

Harapan Besar di Penantian Putusan Pengujian UU KPK di MK

Setidaknya ada 6 putusan berkaitan UU KPK di MK hari ini.

Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit

Adapun 51 guru besar yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi tersebut antara lain Guru Besar FEB UI Emil Salim, Guru Besar FH UI Sulistyowati Irianto, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra. Kemudian, Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto, Guru Besar FH UII Ni'matul Huda, Guru Besar STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno, dan Guru Besar FISIP Unair Ramlan Surbakti.

“Kami menaruh harapan besar pada Mahkamah Konsititusi untuk mengembalikan kondisi pemberantasan korupsi seperti sedia kala. Harapan itu hanya akan terealisasi jika Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi UU KPK hasil revisi,” bunyi surat tersebut.

Para guru besar menilai, UU KPK hasil revisi atau UU Nomor 19 Tahun 2019 telah terang benderang melumpuhkan lembaga antikorupsi tersebut baik dari sisi profesionalitas dan integritas. Menurut koalisi, ada beragam masalah krusial dalam UU tersebut, mulai dari hilangnya independensi, pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), hingga alih status kepegawaian KPK menjadi ASN. Sehingga, akibat perubahan politik hukum pemerintah dan DPR itu, terdapat persoalan serius yang berimplikasi langung pada penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Hal tersebut dinilai terbukti ketika KPK gagal memperoleh alat bukti dalam penggeledahan di Kalimantan Selatan serta menerbitkan SP3 dalam kasus korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Di samping itu, KPK dinilai mengalami degradasi etika yang cukup serius berkaca dari adanya pelanggaran kode etik, pencurian barang bukti, serta kasus suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani KPK.

Selain itu, koalisi guru besar menyoroti proses pengesahan revisi UU KPK yang dikerjakan secara kilat serta mengabaikan partisipasi masyarakat karena prosesnya tertutup dan tidak akuntabel. “Jika praktik ini dianggap benar bukan hanya isu tertib hukum saja yang dilanggar, namun jauh lebih esensial, yakni mempertaruhkan masa depan kehidupan demokrasi di Indonesia,” tulis koalisi.

Koalisi menilai, pelemahan KPK imbas revisi UU KPK juga tercermin dari angka indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2020 yang merosot dari 40 menjadi 37. Tak hanya itu, kepercayaan publik kepada KPK merosot drastis sepanjang tahun 2020 bila berkaca dari hasil-hasil riset yang dikerjakan delapan lembaga survei.

“Padahal, sebagaimana diketahui oleh Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi, selama ini KPK praktis selalu mendapatkan apresiasi dan citra positif di mata publik,” kata koalisi.

Tags:

Berita Terkait