Hermeneutika Hukum, Jalan Falsafati Memahami Teks-Teks Hukum
Potret Kamus Hukum Indonesia

Hermeneutika Hukum, Jalan Falsafati Memahami Teks-Teks Hukum

Berasal dari nama Dewi Hermes. Ilmu hukum adalah sebuah eksemplar hermeneutik in optima forma, yang diaplikasikan pada aspek hukum kehidupan bermasyarakat.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Baca juga:

 

Aliran Pemikiran Hermeneutika

Pendekatan hermeneutis, tulis Soetandyo Wignjosoebroto (2002: 104), adalah pendekatan untuk memahami objek (produk perilaku manusia yang berinteraksi atau berkomunikasi dengan sesamanya) dari sudut pelaku aksi-interaksi. Pendekatan hermeneutic berasumsi secara paradigmatik bahwa setiap bentuk dan produk perilaku antarmanusia, juga produk hukum, akan selalu ditentukan oleh interpretasi yang dibuat dan disepakati  para pelaku yang terlibat dalam proses itu. Tentu saja, ada beragam makna manusia terhadap objek yang dikaji. Pendekatan hermeneutik dalam kajian hukum membuka kesempatan kepada para pengkaji hukum untuk tak hanya berkutat menggunakan paradigm positivisme dan metode logis formal.

 

Demikian pula perkembangan pemikiran para tokoh tentang hermeneutika. Nama Schleiermacher tak dapat dilepaskan dari perkembangan pemikiran itu. Dialah yang membawa metode penafsiran teks-teks kitab suci itu ke dalam bidang-bidang lain seperti seni, sosial, dan ilmu hukum. “Ada deregionalisasi. Yang tadinya pembacaan teks kitab-kitab suci (Kristen) ditarik ke pembacaan teks hukum,” kata Ilham.

 

Beberapa literatur membagi perkembangan pemikiran hermeneutika ke dalam era zaman klasik, era abad pertengahan, dan era kontemporer. Ilham membaginya berdasarkan karakteristik pemikiran tokoh-tokoh pada masanya (lihat tabel).

 

Hukumonline.com

 

Dalam kajian-kajian filsafat Islam, pandangan Hassan Hanafi tentang hermeneutika sering dikutip. Dalam bukunya Hermeneutic, Liberation and Revolution, Hanafi menggarisbawahi perkembangan sekuler ilmu pengetahuan. Aliran positivisme mengubah semuanya menjadi alam materi, mengakhiri konsep ketuhanan dan romantisme alam. Berkaitan dengan pemahaman (verstehenden) dan eksplanasi (erklarenden), Hanafi menyatakan bahwa transenden merupakan asal dari otoritas. Kekuasaan dari hukum yang berwujud dari transendensi. Bagi dia, hermeneutika adalah ilmu interpretasi; alat untuk menafsirkan, alat untuk memahami, dan alat untuk menjalankan. (Baca juga: Benturan Aliran Hukum dalam Sengketa Pilpres)

 

Fahruddin Faiz menulis bahwa meskipun hermeneutika dapat dipakai sebagai alat untuk menafsirkan berbagai bidang kajian keilmuan, melihat sejarah kelahiran dan perkembangannya, peran hermeneutika yang paling besar adalah dalam bidang ilmu sejarah dan kritik teks, khususnya kitab suci. Menjamurnya buku tafsir al-Qur’an yang menawarkan hermeneutika sebagai variabel metode pemahaman, tulis Faiz, menunjukkan betapa daya tarik hermeneutika memang luar biasa. Dalam hukum Islam, istilah yang lazim dipakai adalah ‘tafsir’, berasal dari bahasa Arab fassara atau fasara. Meskipun istilah hermeneutika tak dikenal dalam kajian-kajian tafsir, tetapi aktivitas hermeneutis diyakini sudah lama dilakukan.

 

Ini menunjukkan bahwa penggunaan hermeneutika begitu luas dan semakin sering dipergunakan. Para ahli hukum di Indonesia, termasuk di dunia peradilan, juga makin familiar dengan metode hermeneutika yang lebih filosofis ketimbang menafsirkan teks gramatikal semata. Menafsirkan adalah aktivitas yang dekat dengan ilmu hukum. Dan, hermeneutika adalah jalan falsafati untuk memahami hukum.

Tags:

Berita Terkait