Ike Farida dan Konsep Outsourcing Berkeadilan
Outsourcing Berkadilan:

Ike Farida dan Konsep Outsourcing Berkeadilan

Pekerja alih daya atau outsourcing menjadi salah satu problem ketenagakerjaan yang sering mendapat perhatian. Kalangan buruh selalu mengangkat isu ini setiap memperingati Hari Buruh Internasional 1 Mei.

Bacaan 2 Menit

Kontrak ini diatur dalam Pasal 59. Saya harus sampaikan ini karena ini dasarnya. Di pasal 59 ini ada syarat kalau orang mau kerja atau mau direkrut sebagai pekerja kontrak, beda dengan pekerja permanen. Yang permanen enak, dalam artian merasa sudah dilindungi kalau suatu saat diputus hak-hak kerjanya, dia punya hak-hak diatur di dalam pasal 156 ayat (2), (3), dan (4) UU Ketenagakerjaan. Pesangon, kalau dia lebih dari tiga tahun, dapat peghargaan masa kerja, kalau dia diputus masa kerjanya sepihak oleh perusahaan dia dapat pesangon dan seterusnya.

Kalau kontrak, tidak. Kontrak, ketika dia dikontrak itu wajibnya hanya dua tahun plus setahun. Kalau sudah dua tahun kemudian perpanjangan lagi setahun itu tidak boleh lagi dikontrak, harus dipermanenkan, itu yang umum. Tapi ada juga yang kontrak maksimum lima tahun katanya, outsourcing masuk ke yang mana? Outsourcing masuk ke dalam yang maksimal tiga tahun. Syarat-syaratnya juga ada, dia tidak boleh melakukan pekerjaan yang utama. Pekerjaan yang utama itu contoh misalnya di penerbangan maka seseorang tidak boleh direkrut secara outsourcing untuk pekerjaan pilot. Pilot harus pekerja permanen atau kontrak. Kalau mereka mau outsource katering itu boleh, Pasal 59 mengatur mengenai itu.

Dalam Pasal 65 dan 66 dikatakan bahwa kedua jenis outsourcing ini boleh dilakukan secara PWKT asal memenuhi Pasal 59. Outsourcing ini kan sebenarnya bukan hubungan kerja secara langsung. Misalnya di perusahaan A, bekerja sama dengan PT ABC yakni perusahaan outsourcing, tapi kemudian pekerjanya dari PT ABC. Apa yang harus dilakukan setelah putusan MK lahir? Yang PKWT tadi enggak boleh cuma tiga tahun lho, tapi harus dilindungi oleh TUPE. TUPE itu (singkatan dari) transfer of undertaking protection of employment, itu perlindungan pengalihan pekerja. Ketika Perusahaan A bekerja sama dengan perusahaan outsourcing A dan ada si B di situ kemudian hubungan kerja habis dengan PT A, kata putusan MK si B tadi tetap harus kerja di PT A meskipun PT A ganti perusahaan outsourhing di PT B. Berapa tahun? Ikuti Pasal 59 kata MK.

Kalau dulu PT A dengan outsourcing A kerjasama habis, ya sudah. Pekerjanya juga sudah habis dengan perusahaan outsourcing B pekerja baru lagi. Kalau sekarang itu enggak boleh, pekerja masih harus dipakai, tetap harus dipake pekerja di PT A. itu kata MK kalau yang PKWT. Terus kemudian MK bilang yang PKWT itu namanya TUPE, dilindungi hak-haknya.

Setelah lahirnya putusan MK No 27 tahun 2012, lahirlah Permenaker No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Di dalam Permenaker itu banyak hal yang janggal. Kalau saya bisa sampaikan kejanggalannya apa, pertama bunyinya kok beda dengan MK. MK bilang perlindungan TUPE untuk PKWT yang pemborongan pekerjaan dan PPJP tapi Permen bilang pemborongan pekerjaan enggak masuk, PPJP (Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja) saja. Nah ini keliru. Kedua, adalah tidak adil di situ dikatakan bahwa ketika suatu saat PT A sudah tidak mau pakai outsourcing, pada saat itu si pekerja tadi harus dinayar pesangonnya, haknya. Tapi di Permen tidak dtulis siapa yang wajib bayar, apakah perusahan outsourcing, atau PT A.

Ada dua pendapat, pesangon itu perusahaan outsourcing yang bayar karena dia yang merekrut. Tapi masalahnya, si pekerja kerja di perusahaan A sudah 3 tahun, ganti perusahaan outsourcing 1 tahun, kemudian ganti lagi perusahaan outsourcing 3 tahun sampai akhirnya si pekerja sudah kerja selama lima belas tahun di perusahaan A tapi di perusahaan outsourcing ini baru satu tahun. Perusahaan outsourcing yang terakhir tadi, keberatan. Terus kemudian kalau gitu ya PT A saja yang bayar. Di sini timbul saling lempar tanggung jawab. Kalau perusahaan-perusahaan besar melakukan dengan baik TUPE. Masalahnya adalah perusahan-perusahaan menengah dan kecil, TUPE ini belum dapat diterapkan seluruhnya oleh perusahaan yang ada di Indonesia.

Anda juga menyebutkan bahwa regulasi yang ada lebih memberatkan pengusaha. Regulasi yang mana yang Anda maksud?

Tags:

Berita Terkait