Ingat! Kini Perusahaan Asuransi Tak Bisa Lagi Keluarkan Surety Bond
Utama

Ingat! Kini Perusahaan Asuransi Tak Bisa Lagi Keluarkan Surety Bond

​​​​​​​Pascapuluhan tahun berjalan sebagai produk asuransi, surety bond akhirnya disebutkan secara spesifik sebagai produk lembaga penjaminan dengan lahirnya UU No. 1 Tahun 2016.

Hamalatul Qurani
Bacaan 2 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Menjawab tantangan pengambilalihan potensi risiko kerugian atas pelaksanaan suatu kontrak pengadaan barang dan jasa, sejak era 90-an surety bond telah dilahirkan perusahaan asuransi sebagai bentuk produk inovasi asuransi. Sayangnya, sejak berlakunya UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian hingga digantikan oleh UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, tak pernah diberikan dasar hukum secara jelas dan gamblang pada tingkat UU bagi perusahaan asuransi dalam menerbitkan produk inovasi bernama surety bond tersebut.

 

Hal ini diakui oleh praktisi hukum Ricardo Simanjuntak. Menurutnya, produk surety bond memang dilahirkan dan dibesarkan oleh aktivitas asuransi. Dulu, kata Ricardo, UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian memang tak spesifik memberikan kewenangan kepada perusahaan asuransi untuk menjual produk surety bond, akan tetapi ketentuan itu akhirnya dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 761/KMK.013/1992 yang diberikan kepada 20 perusahaan asuransi. Bahkan sebelum lahirnya KMK a quo, hanya PT Persero Asuransi Jasa Rahardja saja yang diberikan izin untuk penerbitan surety bond.

 

Kemudian khusus penerbitan surety bond sebagai penjaminan pembayaran kewajiban importir terhadap bea impor yang terutang kepada negara (custom bond) kala itu khusus pula dikeluarkan KMK No. 108/KMK.01/1995, yang dibatasi hanya berupa izin kepada 15 perusahaan asuransi. Artinya, tak semua perusahaan asuransi berdasarkan KMK 761 dapat menerbitkan surety bond untuk garansi pembayaran bea impor terutang.

 

Menariknya, pasca puluhan tahun berjalan sebagai produk asuransi, surety bond akhirnya disebutkan secara spesifik sebagai produk lembaga penjaminan dengan lahirnya UU No. 1 tahun 2016 tentang Penjaminan (vide: Pasal 4 ayat 2). Bahkan ditegaskan pada pasal 61 ayat (1) UU a quo, bahwa setiap orang di luar Lembaga Penjamin yang telah melakukan kegiatan penjaminan sebelum berlakunya UU 1/2016 wajib menyesuaikan dengan ketentuan UU Penjaminan paling lambat tiga tahun sejak berlakunya UU a quo.

 

Ikuti Diskusi: Perkembangan Surety Bond dalam Industri Bisnis Asuransi dan Penjaminan di Indonesia

 

Sekadar diketahui, UU Penjaminan disahkan pada tanggal 15 Januari 2016. Lalu UU tersebut berlaku tiga tahun kemudian. Artinya, kata Ricardo, per-16 Januari 2019 ini perusahaan asuransi sudah tak bisa lagi mengeluarkan surety bond jika merujuk pada UU Penjaminan. Ditambah lagi dengan pembatasan kewenangan perusahaan asuransi dalam penerbitan surety bond berdasarkan UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, tampak tak terlihat komitmen pemerintah untuk memperkuat posisi perusahaan asuransi dalam mengeluarkan surety bond.

 

Terkait hal itu, lanjut Ricardo, Pasal 2 UU Perasuransian membatasi bahwa perusahaan asuransi hanya bisa menerbitkan produk asuransi, lalu dalam pengembangannya tidak spesifik dikatakan bahwa surety bond adalah produk asuransi. “Kesimpulannya, produk yang lahir dan dikembangkan oleh perusahaan asuransi, kini dialihkan kepada lembaga penjaminan akibat Pasal 61 UU Penjaminan termasuk karena adanya pembatasan dengan kata ‘hanya’ pada Pasal 2 UU Perasuransian,” tegasnya.

 

Baca:

 

 

Pasal 2 UU Perasuransian

  1. Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan:
  1. Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri; dan
  2. Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain.
  1. Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri.
  2. Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan Usaha Reasuransi.

 

Menariknya lagi, dengan mulai berlakunya peralihan penerbitan surety bond dari perusahaan asuransi kepada lembaga penjaminan, ujungnya POJK No. 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syari’ah yang tadinya memberi celah bagi Usaha Asuransi Umum dalam penerbitan surety ship, nyatanya juga terancam tak lagi berlaku. Menurut Ricardo, tak mungkin suatu POJK dapat melangkahi ketentuan Undang-Undang yang berlaku.

 

Saat dimintai pendapatnya, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B OJK, Bambang W Budiawan menyebut saat ini OJK masih mengkaji soal isu ini. Kajian lebih kepada manfaat dan mudharatnya serta meneliti kapasitas dan kebutuhan hingga mencari jalan terbaik untuk menjawab persoalan terkait izin perusahaan asuransi dalam penerbitan surety bond.

 

“Semuanya sedang dikaji, terutama looking forward potensi penjaminan dan kapasitas perusahaan penjamin dan asuransi yang melakukan suretyship. In shaa Allah akan segera ada kebijakannya,” terang Bambang dalam pesan singkatnya kepada Hukumonline.com, Rabu (16/1).

Tags:

Berita Terkait