Pasal 32 ayat (3) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ketentuan ini memberi kelonggaran dan kesempatan bagi wajib pajak untuk meminta bantuan kepada pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasa atas namanya. Jadi, penerima kuasa akan membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak.
“Di level administrasi wajib pajak bisa didampingi oleh konsultan pajak, sedangkan di level tindak pidana pajak hanya bisa didampingi oleh advokat berlisensi acara,” jelas Wahyu Widodo dalam webinar nasional Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jumat (4/6/2024) lalu.
Baca juga:
- Kenali 2 Skema Penegakan Hukum di Bidang Perpajakan
- Tiga Hal Ini Diduga Jadi Sebab DJP 'Memble' di Sengketa Pajak
Wajib pajak dapat menunjuk pihak lain sebagai kuasanya dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak wajib pajak yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Pada skema administrasi, wajib pajak bisa dibantu konsultan pajak yang tercatat di Pengadilan Pajak karena urusannya yang biasa terjadi adalah sengketa dan banding. Lain lagi nanti pendampingnya jika sudah masuk ke skema tindak pidana pajak,” lanjut Wahyu.
Saat ini advokat pun dapat beracara di Pengadilan Pajak karena adanya kemungkinan sengketa perpajakan tidak cukup di tahap administrasi tetapi sudah masuk ke ranah tindak pidana. Dalam kondisi ini konsultan pajak tidak bisa mendampingi wajib pajak di meja hijau.