Ini 6 Poin Masukan Peradi RBA terhadap RUU Hukum Acara Perdata
Utama

Ini 6 Poin Masukan Peradi RBA terhadap RUU Hukum Acara Perdata

Mulai soal perlindungan warga negara, alat bukti, penghapusan pengaturan penyangkalan pemberian kuasa, lembaga penyanderaan (Gijzeling), upaya perdamaian (mediasi), hingga pelaksanaan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Peradi RBA meminta agar ada pengaturan lebih rinci mengenai prosedur gugatan perwakilan kelompok,” ujarnya.

Kedua, alat bukti. Bagi Peradi, kata Daud, bila masih terdapat kekurangan dalam sistem pembuktian dalam hukum acara perdata di Indonesia. Khususnya dalam hal mengenai (a) Pengumpulan alat bukti (collection of evidence); (b) Pengamanan alat bukti (preservation of evidence); dan (c) Penerimaan alat bukti (admissibility of evidence). Karenanya, Peradi meminta agar para pihak yang berperkara dapat mengajukan permohonan khusus kepada pengadilan. Seperti pengumpulan alat bukti, pengamanan alat bukti, dan juga penerimaan alat bukti oleh para pihak yang berperkara.

Ketiga, mengenai penyangkalan pemberian kuasa. Menurutnya, penyangkalan pemberian kuasa perlu dihapus. Selain penyangkalan telah diatur dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, juga diatur secara khusus dalamKode Etik Advokat Indonesia. Dalam RUU Hukum Acara Perdata, penyangkalan pemberian kuasa diatur dalam Pasal 26 sampai Pasal 32. Namun, ada beberapa alasan perlunya dihapus pengaturan penyangkalan pemberian kuasa.

Antara lain pengaturan tersebut malah membuka pintu terhadap praktik tidak terpuji. Misalnya pemberi kuasa (advokatnya, red) dapat menjadikan lembaga penyangkalan untuk mengubah posisi hukum pada saat sidang berjalan saat bukti-bukti pihak lawan telah diketahui. Bahkan lembaga penyangkapan dapat membuat proses penanganan perkara menjadi tidak efisien.

Keempat, mengenai Lembaga Penyanderaan (Gijzeling). Menurutnya, berbagai kovenan dan konvensi internasional mengenai hak asasi manusia (HAM) yang ada, pada pokoknya melarang adanya penyanderaan atau penahanan dalam perkara-perkara perdata. Karenanya, Peradi RBA meminta agar lembaga penyanderaan tersebut dihapuskan dari draf RUU Hukum Acara Perdata.

Kelima, mengenai upaya perdamaian (mediasi). Baginya, perlu ada pengaturan rinci terkait dengan mediasi dengan mempertimbangkan berbagai aturan yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung terkait mediasi agar pengaturannya menjadi lebih baik soal mediasi dalam RUU Hukum Acara Perdata nantinya. Dengan begitu, Peradi optimis penyelesaian suatu perkara dapat berlangsung secara lebih cepat, efisien, dan efektif.

Keenam, perihal pelaksanaan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Bagi Peradi RBA, kata Daud, perlunya pengaturan komprehensif mengenai pelaksanaan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetapmelalui RUU Hukum Acara Perdata. Mulai dari pengajuan permohonan annmaning, penelaahan permohonan, pemanggilan termohon annmaning dan penetapan eksekusi, mekanisme pengamanan dan biaya keamanan eksekusi, serta eksekusi groose akta.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait