Ini Alasan Mengapa UU MD3 Harus Segera Direvisi
Utama

Ini Alasan Mengapa UU MD3 Harus Segera Direvisi

Koalisi masyarakat sipil meminta agar UU MD3 masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2015.

FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Koalisi masyarakat sipil berharap revisi UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015-2019. Bahkan, koalisi meminta agar UU MD3 masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2015 yang tengah disusun dewan dan pemerintah.

Ahmad Hanafi dari Indonesian Parliamentary Center (IPC) mengatakan, setidaknya terdapat lima poin yang berpotensi menimbulkan persoalan jika UU MD3 tidak direvisi. Pertama, terkait pengaturan rapat tertutup secara tidak ketat berpotensi menimbulkan mafia anggaran. Koalisi berharap terdapat definisi yang jelas mengenai rapat tertutup dan rahasia yang terdapat di UU MD3.

Kedua, terkait dengan kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam memberikan persetujuan tertulis bagi anggota yang dipanggil dan dimintai keterangan oleh pengadilan. “Kami menilai kewenangan ini melebihi kewenangan etik dan berpotensi melindungi pelaku tindak pidana korupsi di parlemen,” katanya di Jakarta, Rabu (4/2).

Ketiga, mengenai penghapusan alat kelengkapan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN). Akibat penghapusan ini, fungsi dan sistem pengawasan anggaran diberikan ke masing-masing komisi. Sehingga, lanjut Hanafi, cara ini berpotensi memperlemah pengawasan anggaran dan memberikan ruang yang lebih leluasa dengan ‘permainan anggaran’.

Keempat, terkait dengan jumlah komisi dan kewenangannya. Koalisi berpendapat, seharusnya jumlah komisi dan pembagian kewenangannya mempertimbangkan efektifitas kerja. Sehingga tidak berpotensi memperlemah kinerja DPR dalam mencapai target legislasi, pengawasan dan anggaran.

Sedangkan poin yang kelima berkaitan dengan penambahan hak anggota dewan untuk mengusulkan program daerah pemilihan tanpa diikuti mekanisme yang jelas. Hal ini berpotensi menimbulkan penyimpangan anggaran. “Kami berharap UU MD3 masuk dalam prioritas Prolegnas tahun 2015 agar agenda reformasi parlemen yang menciptakan parlemen bersih, akuntabel, transparan, representatif dan partisipatif dapat tercapai,” katanya.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri, menambahkan UU MD3 harus segera direvisi untuk mengantisipasi perseteruan politik yang terjadi menjelang pemilu. Bukan hanya itu, revisi ini juga penting untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan legitimasi bagi DPD dalam proses pembahasan legislasi.

“Kenapa (revisi) ini penting? Ada sejumlah catatan, berangkat dari pemantauan kami saat UU MD3 dibahas dan disahkan menjelang pelaksanaan pilpres, sehingga sarat kepentingan politik,” kata Ronald.

Roy Salam dari Indonesia Budget Center (IBC) mengatakan, penghapusan BAKN membuat kemunduran bagi pengawasan anggaran oleh DPR. Menurutnya, fungsi pengawasan anggaran yang diberikan ke komisi itu semakin memperlemah kinerja dewan dalam hal mengawasi anggaran negara. Terlebih lagi, tiap komisi sudah memiliki agenda tersendiri dalam hal fungsi legislasi maupun pengawasan terhadap mitra kerjanya.

“Justru akan semakin perlemah, ini sebuah kemunduran. Komisi tidak mampu lakukan telaah terhadap audit BPK, karena kerja komisi cukup padat. Kami berharap BAKN ini kembali dihadirkan,” katanya.

Jika berkaca pada DPR periode 2009-2014, kata Roy, keberadaan BAKN sangat membantu kinerja dewan dalam hal pengawasan anggaran. BAKN mampu menghadirkan berbagai macam produk telaah dari hasil-hasil audit, sehingga bisa menjadi masukan dalam penyusunan APBN. “Keberadaan BAKN jadi terobosan baik dalam rangka kurangi korupsi,” katanya.

Terkait hak anggota mengusulkan program daerah pemilihan, lanjut Roy, perlu ada mekanisme yang jelas. Misalnya, program tersebut harus masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) atau ke RAPBN. Hal ini bertujuan agar dalam perjalanannya tidak muncul program-program ‘siluman’ yang timbul tanpa melalui mekanisme yang jelas, sehingga memicu mafia anggaran.

Ia mengatakan, pengajuan program daerah pemilihan ini nantinya bisa disinkronisasikan dengan PP No.90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara atau Lembaga. “Harus ada sinkronisasinya, apakah akan diatur dalam UU MD3 atau melalui Tatib (Tata Tertib DPR), dan program tersebut harus disinkronisasikan dengan PP,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait