Ini Hasil Temuan Awal Komnas HAM terhadap Tragedi Stadion Kanjuruhan
Utama

Ini Hasil Temuan Awal Komnas HAM terhadap Tragedi Stadion Kanjuruhan

Banyak jenazah korban wajahnya membiru, mata merah, dan keluar busa. Indikasi kuat korban tewas karena kekurangan oksigen.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Kekisruhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya yang menelan ratusan korban, Sabtu (1/10/2022) malam. Foto: Tangkapan layar youtube
Kekisruhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya yang menelan ratusan korban, Sabtu (1/10/2022) malam. Foto: Tangkapan layar youtube

Komnas HAM telah membentuk tim pemantauan dan monitoring guna menelusuri tragedi di stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur yang menelan ratusan korban, Sabtu (1/10/2022) lalu. Tim yang dipimpin Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam itu tiba di Malang Senin (3/10/2022) dan telah menemui sejumlah pihak, seperti organisasi penggemar klub sepakbola Arema (Aremania), manajemen, dan pemain Arema.

Sampai Rabu (5/10/2022), Anam menyebut sedikitnya ada 4 catatan dari hasil pemantauan dan monitoring yang dilakukan. Pertama, jumlah korban tewas diyakini jumlahnya bertambah karena ada yang tidak tercatat atau dibawa pulang anggota keluarga. Kondisi jenazah korban sangat memprihatinkan, banyak yang mukanya membiru, matanya merah, dan mengeluarkan busa.

“Ini menunjukan kemungkinan besar korban tewas karena kekurangan oksigen,” kata Mohammad Choirul Anam dalam rekaman video yang diunggah di kanal Youtube Humas Komnas HAM, Rabu (5/10/2022).

Baca Juga:

Ada juga korban yang mengalami patah bagian kaki dan rahang serta memar. Korban luka akibat gas air mata, ada yang matanya merah dan dadanya sangat sesak, dan tenggorokan perih. Pengelihatannya mulai pulih 2 hari setelah peristiwa.

Kedua, Anam menyebut di awal setelah kejadian ada narasi yang intinya mengarahkan kericuhan dan kekerasan terjadi ketika suporter masuk ke lapangan. Kemudian dikatakan suporter menyerang pemain. Setelah dikonfirmasi kepada para pemain Arema, termasuk yang terakhir meninggalkan lapangan, menuturkan tidak ada yang diserang suporter. Hal tersebut juga dikatakan oleh Aremania dimana tujuan suporter masuk lapangan untuk memberi semangat kepada pemain bahwa ini “Satu Jiwa, Ayo Arema Jangan Menyerah.”

Bahkan ada pemain Arema yang menunjukan video saling berpelukan dengan suporter dan menyebut ‘kami satu jiwa.’ Anam juga tidak menemukan ada pemain yang terluka akibat diserang suporter.

Ketiga, Anam menelusuri rentang waktu karena ketika wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir, situasi tergolong kondusif. Tapi kenapa kemudian terjadi kericuhan? Dari informasi yang diperoleh menyebut gas air mata yang ditembakan aparat keamanan membuat panik. Ada akses pintu yang terbuka, tapi sempit dan ada pintu yang tertutup, sehingga membuat banyak jatuh korban.

“Kami mendalami bagaimana perencanaan pengamanan karena ini sangat penting,” ujarnya.

Menurut Anam, sebab gas air mata bisa masuk stadion ada dalam perencanaan pengamanan. Apakah perencanaan itu telah dilakukan secara matang, misalnya melakukan simulasi, gladi bersih, sehingga petugas keamanan mengetahui titik krusial. Kemudian memahami budaya suporter khususnya Aremania dimana mereka merangsek masuk lapangan itu bukan berarti rusuh. “Perencanaan keamanannya itu gimana?”

Keempat, banyak pihak seperti dari tokoh masyarakat Malang, masyarakat Malang, dan Aremania mendesak agar ada pihak yang dijadikan tersangka. Karena jelas terlihat dalam tragedi itu telah terjadi kekerasan dan ratusan jiwa melayang. Masyarakat sangat menunggu tindakan hukum yang ditempuh secara serius oleh aparat penegak hukum.

“Ini harapan spesifik dari hasil pertemuan kami dengan masyarakat, tokoh di Malang dan Aremania agar segera ada penetapan tersangka,” imbuhnya.

Upaya pembungkaman

Sementara itu, organisasi masyarakat sipil banyak menerima informasi maraknya intimidasi sistematis melalui penangkapan dan pemeriksaan secara ilegal yang diduga kuat dilakukan aparat keamanan. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan kejadian itu dialami penggemar klub sepak bola Arema atau Aremania dan warga sekitar lokasi kejadian.

“Kami menilai ini sebagai upaya pembungkaman terhadap upaya saksi untuk menjelaskan kebenaran Tragedi Kemanusiaan yang menelan ratusan jiwa tersebut,” kata Isnur dikonfirmasi, Kamis (6/10/2022).

YLBHI, LBH Pos Malang, dan LBH Surabaya, mencatat informasi itu dari pengaduan dan pemantauan media. Isnur mencatat sedikitnya 4 hal. Pertama, ada pedagang yang takut ketika bertemu dengan jurnalis dari stasiun tv karena sebelumnya ada pedagang yang dijemput aparat keamanan karena memberikan keterangan terhadap jurnalis.

Kedua, penangkapan dan pemeriksaan ilegal terhadap saksi berinisial K setelah yang bersangkutan mengunggah video ketika tragedi di Stadion Kanjuruhan terjadi. Akhirnya yang bersangkutan ditemukan oleh keluarga di Polres Malang. Ketiga, setelah tragedi banyak spanduk di berbagai titik di Malang yang intinya mendesak agar tragedi itu diusut tuntas. Tapi sekarang spanduk itu diturunkan orang tak dikenal.

Keempat, ada narasi menyalahkan korban (victim blaming) yang menyebut suporter tidak menerima kekalahan dan meminum minuman keras. Padahal faktanya Aremania yang turun ke lapangan hanya ingin bertemu dengan pemain untuk memberikan semangat. Sebelum pertandingan berlangsung penjagaan sangat ketat, sehingga tidak mungkin botol minuman kerja bisa lolos ke dalam stadion.

Berdasarkan temuan itu, Isnur menilai kondisi tersebut sangat berbahaya, sehingga Kapolri harus memerintahkan anggotanya untuk berhenti melakukan intimidasi dan pembelokan fakta. Kapolri juga harus memerintahkan Divisi Propam untuk turun memeriksa semua anggota polisi yang melakukan hal tersebut. “Karena tindakan itu merupakan pidana,” tegasnya.

Mengingat ancaman yang semakin besar dan berbahaya terhadap para saksi tragedi Kanjuruhan, Isnur mendesak LPSK harus lebih proaktif menjemput dan melindungi saksi, tanpa menunggu adanya laporan. Meski pemerintah telah membentuk TGIPF yang dipimpin Menkopolhukam, tapi Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI harus tetap melakukan investigasi sesuai kewenangannya masing-masing.

Bagi Isnur, pemerintah tidak cukup hanya membentuk TGIPF, tapi juga memastikan tim bekerja secara independen, transparan dan akuntabel. Selain itu secara paralel menjamin akses bagi Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI terhadap bukti-bukti kejadian.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan akuntabilitas negara benar-benar diuji dalam kasus ini. Oleh karena itu, Amnesty International mendesak negara untuk menyelidiki secara menyeluruh, transparan dan independen atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta mengevaluasi prosedur keamanan dalam acara yang melibatkan ribuan orang.

Tags:

Berita Terkait