Ini yang Diatur dalam Perpres Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah
Berita

Ini yang Diatur dalam Perpres Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah

Ada tim terpadu pengendalian alih fungsi lahan sawah.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi lahan persawahan. Foto: Dok HOL/SGP
Ilustrasi lahan persawahan. Foto: Dok HOL/SGP

Pada 6 September 2019, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Perpres ini diterbitkan dengan pertimbangan bahwa luas alih fungsi lahan pangan, khususnya sawah menjadi nonsawah semakin meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun sehingga berpotensi dapat mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional.

 

Seperti dilansir situs Setkab, Senin (23/9), Perpres ini bertujuan untuk: a. mempercepat penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional; b. mengendalikan Alih Fungsi Lahan Sawah yang semakin pesat; c. memberdayakan petani agar tidak mengalihfungsikan Lahan Sawah; dan d. menyediakan data dan informasi Lahan Sawah untuk bahan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

 

Menurut Perpres ini, dalam rangka Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah dibentuk Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, yang selanjutnya disebut Tim Terpadu. “Tim Terpadu sebagaimana dimaksud bertugas: a. mengoordinasikan pelaksanaan verifikasi penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi; b. melaksanakan sinkronisasi hasil verifikasi Lahan Sawah sebagaimana dimaksud; c. mengusulkan penetapan/peta Lahan Sawah yang dilindungi; dan d. melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah,” bunyi Pasal 4 ayat (2) Perpres ini.

 

Tim Terpadu sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, terdiri atas:  Ketua Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Ketua Harian: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; Anggota: a. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; b. Menteri Pertanian; c. Menteri Dalam Negeri; d. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; e. Menteri Keuangan; f Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; dan g. Kepala Badan Informasi Geospasial.

 

Tim Terpadu sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Tim Pelaksana, yang terdiri atas: Ketua: Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional; Sekretaris: Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan Informasi Geospasial; Anggota : a. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; b. Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; dan seterusnya.

 

“Tugas, tata kerja, dan keanggotaan Tim Terpadudan Tim Pelaksana sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Terpadu,” bunyi Pasal 5 Perpres ini.

 

(Baca: Implementasi Inpres Moratorium Sawit Dipertanyakan)

 

Lahan Sawah Yang Dilindungi Ditegaskan dalam Perpres ini, penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi dilakukan melalui: a. verifikasi Lahan Sawah; b. sinkronisasi hasil verifikasi Lahan Sawah; dan c. pelaksanaan penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi. Verifikasi Lahan Sawah sebagaimana dimaksud dilakukan melalui: a. interpretasi citra satelit terhadap Lahan Sawah oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang melaksanakan tugas di bidang informasi geospasial;

 

b. verifikasi data Lahan Sawah terhadap data pertanahan dan tata ruang oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrarian/pertanahan dan tata ruang; c. verifikasi data Lahan Sawah terhadap data Irigasi oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan sumber daya air; d. verifikasi data Lahan Sawah terhadap cetak sawah oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; dan e. verifikasi data Lahan Sawah yang berada di dalam kawasan hutan dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.

 

Hasil verifikasi data Lahan Sawah sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, disajikan dalam bentuk: a. peta Lahan Sawah hasil verifikasi terhadap data pertanahan dan tata ruang; b. peta Lahan Sawah beririgasi; dan c. peta lahan cetak sawah. “Peta sebagaimana dimaksud menggunakan skala 1:5.000. (3) Dalam hal penggunaan skala 1:5.000 tidak dapat dilakukan, peta sebagaimana dimaksud menggunakan skala 1:10.000,” bunyi Pasal 11 ayat (2,3) Perpres ini.

 

Selanjutnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, menurut Perpres ini, menyampaikan usulan peta sebagaimana dimaksud kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrarria/pertanahan dan tata ruang untuk ditetapkan sebagai peta Lahan Sawah yang dilindungi.

 

“Peta Lahan Sawah yang dilindungi sebagaimana dimaksud digunakan sebagai bahan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci tata ruang,” tegas Pasal 16 ayat (1) Perpres ini.

 

Menurut Perpres ini, terhadap Lahan Sawah yang masuk dalam peta Lahan Sawah yang dilindungi sebagaimana dimaksud namun belum ditetapkan sebagai bagian dari penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam rencana tata ruang, tidak dapat dialihfungsikan sebelum mendapat rekomendasi perubahan penggunaan tanah dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrarian/pertanahan dan tata ruang.

 

Perpres ini juga menyebutkan, pemberian insentif Lahan Sawah yang dilindungi diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat. Pemberian insentif oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilakukan jika: a. pada wilayah Pemerintah Daerah terdapat Lahan Sawah yang masuk dalam peta Lahan Sawah yang dilindungi; dan/atau b. Pemerintah Daerah menetapkan Lahan Sawah yang masuk dalam peta Lahan Sawah yang dilindungi menjadi bagian dari lahan pertanian pangan berkelanjutan.

 

Adapun pemberian insentif oleh Pemerintah Pusat kepada masyarakat dilakukan jika masyarakat memiliki dan/atau mengelola Lahan Sawah yang ditetapkan dalam peta Lahan Sawah yang dilindungi.

 

“Insentif bagi masyarakat sebagaimana dimaksud dapat berupa bantuan: a. sarana dan prasarana pertanian; b. sarana dan prasarana irigasi; c. percepatan sertifikasi tanah; dan/atau d. bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanga,” bunyi Pasal 20 ayat (2) Perpres ini. Menurut Perpres ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Terpadu menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan dalam Peraturan Presiden ini kepada Presiden paling sedikit 6 (enam) bulan sekali atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

 

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 12 September 2019.

 

Terlindungi

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (PPRPT), Budi Situmorang, mengatakan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, akan menjadi payung hukum pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan sawah. Hal itu disampaikanya dalam pembukaan Rapat Klarifikasi Hasil Verifikasi Lahan Sawah Terhadap Data Pertanahan Provinsi Jawa Barat di Hotel Grand Mercure Setiabudi, Bandung, Selasa (10/9) lalu.

 

Menurut Budi, kegiatan Klarifikasi kepada Pemerintah Daerah ini dimaksudkan untuk mendiskusikan dan menyepakati luasan lahan sawah yang akan dilindungi. Hasil klarifikasi ini akan menjadi bahan Tim Terpadu untuk melakukan sinkronisasi dan ditetapkan Peta Lahan Sawah Dilindungi oleh Menteri ATR/Kepala BPN.

 

Selanjutnya, Peta Lahan Sawah Dilindungi tersebut akan dikendalikan pengintegrasiannya ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah masing-masing Kabupaten/Kota sebagai bagian dari Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Kementerian ATR/BPN melalui Direktorat Jenderal PPRPT dalam upaya Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, menurut Budi, akan melakukan pemantauan dan penertiban terhadap alih fungsi lahan yang telah ditetapkan pada Peta Lahan Sawah Dilindungi.

 

“Dengan adanya Peta Lahan Sawah Dilindungi ini diharapkan Pemerintah Daerah segera menetapkan LP2B di Kabupaten/Kota masing-masing dengan disertai data spasialnya, sehingga Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Peraturan-peraturan Pemerintah turunannya dapat dilaksanakan secara optimal,” pinta Budi.

 

Dia menambahkan bahwa  Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 sudah 10 tahun diundangkan, namun baru sedikit yang telah menetapkan LP2B dengan data spasialnya, sehingga diharapkan Penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi ini akan mendorong Pemerintah Daerah untuk mempercepat Penetapan LP2B.

 

Direktorat Jenderal PPRPT, lanjut Budi, telah melakukan verifikasi Lahan Sawah terhadap Data Pertanahan pada 8 Provinsi dan 151 Kabupaten/Kota Lumbung Padi di Indonesia. Verifikasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi lahan sawah beserta data pertanahan yang menjadi faktor-faktor yang dapat mengurangi luas lahan sawah secara legal/administrasi maupun faktor-faktor yang dapat menambah luas lahan sawah.

 

Menurut Dirjen PPRPT itu, hasil verifikasi yang diklarifikasi kepada Pemerintah Daerah diantaranya menunjukkan adalah izin-izin yang telah menyebabkan alih fungsi yang diterbitkan di atas sawah, Proyek Strategis Nasional yang menggunakan lahan sawah, dan alokasi peruntukan lahan basah dan LP2B pada Rencana Tata Ruang Wilayah.

 

“Keberpihakan Pemerintah Daerah terhadap perlindungan lahan sawah ini sangat dibutuhkan dalam Penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi,” kata Budi Situmorang.

 

Tags:

Berita Terkait