Ironi Joko Tjandra; Ingin Bebas Pidana 2 Tahun, Kini Didakwa Berlapis Suap APH Rp15 Miliar
Berita

Ironi Joko Tjandra; Ingin Bebas Pidana 2 Tahun, Kini Didakwa Berlapis Suap APH Rp15 Miliar

Pihak yang disuap dari jenderal polisi hingga jaksa.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra menjalani sidang dakwaan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11).  Foto: RES
Terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra menjalani sidang dakwaan dalam perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: RES

Belasan miliar uang yang dikeluarkan Joko Soegiarto Tjandra untuk berusaha lolos dari eksekusi Kejaksaan Agung sia-sia sudah. Joko awalnya merupakan terpidana kasus Cessie Bank Bali berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp15 juta subsidiair 3 bulan. Namun sebelum dieksekusi ia melarikan diri ke Malaysia dan buron selama 11 tahun.

Ternyata Joko tidak ingin selamanya melarikan diri dan berusaha mendapatkan keadilan atas perkaranya itu dengan mengajukan PK ke Mahkamah Agung, tetapi ditolak karena tidak hadir di persidangan sebagaimana syarat PK. Ia pun tahu akan risiko jika hadir di Indonesia maka akan langsung ditangkap dan dieksekusi pihak Kejaksaan.

Untuk itu, ia pun bersiasat dengan mencari jalan lain agar terhindar dari eksekusi. Sayangnya jalan yang diambil itu justru melanggar hukum, mulai dari melakukan perjalanan dengan surat palsu seperti pada dakwaan penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, hingga memberi suap belasan miliar kepada aparat penegak hukum (APH) mulai dari jaksa, hingga dua jenderal polisi seperti pada dakwaan penuntut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. (Baca: Ketika Dua Jenderal Polisi Rebutan Uang Suap Joko Tjandra)

Penuntut umum pun menguraikan perbuatan suap yang diduga dilakukan Joko Tjandra yang dimulai dari pemberian AS$500 ribu kepada Pinangki Sirna Malasari selaku Jaksa di Kejaksaan Agung untuk membantu menyelesaikan persoalan hukumnya. Pada tanggal 11 November 2019 ia menghubungi dan meminta Rahmat, kenalannya agar dapat mempertemukannya dengan Pinangki di Kuala Lumpur Malaysia.

Dalam pertemuan itu Pinangki meminta Joko untuk menjalani pidana dan ia akan mengurus perkaranya. Dan untuk itu ia memperkenalkan temannya Anita Dewi Kolopaking yang berprofesi sebagai advokat untuk membantu upaya hukum tersebut. Joko dan Pinangki pun membahas rencana mendapatkan Fatwa dari Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung dengan argumen bahwa Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun kepada JOKO SOEGIARTO TJANDRA tidak bisa dieksekusi sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.

Joko Tjandra menyetujui usul tersebut namun meminta Pinangki mencari orang lain untuk menjadi perantara, dan disitulah muncul nama Andi Irfan Jaya. Selanjutnya Pinangki menyatakan kepada Joko Tjandra akan membuat proposal tentang rencana pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung, dan setelah itu, Joko mengantar langsung Rahmat dan Pinangki ke bandara Kuala Lumpur International Airport (KLIA) untuk kembali ke Singapura.

“Pada tanggal 19 November 2019, Terdakwa bertemu dengan Pinangki, Rahmat dan Anita di kantor Terdakwa yang terletak di The Exchange 106 Kuala Lumpur Malaysia untuk membahas masalah hukum yang sedang dihadapi. Pada saat itu Anita menyampaikan dokumen yang berisi Surat Kuasa dan Surat Penawaran Jasa Bantuan Hukum yang isinya bahwa untuk jasa bantuan hukum, Anita meminta success fee sebesar AS$200 ribuyang disetujui oleh Terdakwa dan menandatangani dokumen tersebut,” ujar penuntut umum.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait